DEMAK, solotrust.com - Seorang guru madrasah diniah (Madin) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah viral di media sosial seusai didenda Rp25 Juta karena menampar muridnya.
Guru itu bernama Kiai Ahmad Zuhdi (60), warga Desa Cangkring yang mengajar di Madin Raudlatul Muta'alimin, Dukuh Ngampel, Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Demak.
Peristiwa penamparan itu sebetulnya terjadi pada 30 April 2025, namun baru diketahui publik luas ketika video Ahmad Zuhdi menandatangani surat pernyataan damai, viral di media sosial.
Sang guru bercerita, peristiwa penamparan itu terjadi pada 30 April 2025, sekira pukul 14.30 WIB, ketika ia mengajar mata pelajaran (Mapel) fiqih di ruang kelas lima. Tiba-tiba di luar kelas, ada beberapa siswa kelas enam bermain lempar-lemparan sandal. Lemparan itu sampai masuk ke ruang kelas lima dan mengenai kepala Ahmad Zuhdi hingga pecinya terjatuh.
Ahmad Zuhdi kemudian menghampiri siswanya dan menanyakan siapa yang melempar sandal sehingga mengenai kepalanya. Tak ada yang menjawab, ia lalu memperingatkan akan membawa semua murid yang bermain ke kantor untuk dibina.
"Kalau tidak ada yang mengaku, saya akan masukkan ke kantor semua untuk pembinaan," katanya waktu itu, Jumat (18/07/2025).
Setelah ada peringatan tersebut, semua murid menunjuk salah satu temannya berinisial D. Seketika, Ahmad Zuhdi secara spontan menarik siswanya itu dan terjadilah penamparan.
"Tamparan tidak sampai melukai, hanya untuk mendidik," kata pria yang telah mengabdi sebagai guru madin selama 30 tahun.
Di hari berikutnya, kakek dan ibu dari siswa berinisial D datang ke rumah kepala madin untuk mengadukan dan menceritakan peristiwa tersebut. Selanjutnya pada 1 Mei 2025, terjadilah mediasi antara kedua belah pihak bersama kepala madin.
Dalam mediasi, Ahmad Zuhdi mengakui tindakan pemukulan dan menyampaikan permohonan maaf. Ibu dari siswa berinisial SM (37), menerima permintaan maaf tersebut dan meminta Ahmad Zuhdi untuk menandatangani surat pernyataan bermaterai.
Usut punya usut, usai pernyataan damai disepakati kedua belah pihak, SM ternyata membuat pengaduan ke Polres Demak pada 4 Mei 2025. Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Lidik/533/V/2025/Satreskrim dikeluarkan Satreskrim Polres Demak di hari yang sama. Ahmad Zuhdi pun sempat mendapatkan surat undangan klarifikasi dari Polres Demak pada 10 Juli 2025, namun ia tak berani datang.
Akhirnya, mediasi lanjutan digelar pada 12 Juli 2025 di rumah kepala Madin Raudlatul Muta'alimin. Mediasi dihadiri guru-guru madin Dukuh Ngampel, pengirus FKDT Kecamatan Karanganyar, ketua FKDT Demak, ketua yayasan, pihak Zuhdi, serta pihak murid.
Setelah itu, masih di hari yang sama, pihak pelapor kemudian mengirimkan surat permohonan pencabutan pengaduan ke Polres Demak. Kesimpulan dari mediasi, Ahmad Zuhdi diminta kembali menyampaikan permohonan maaf serta bersedia mengganti rugi sesuai kemampuan ekonominya.
"Ternyata saya dimintai uang Rp25 juta, padahal di surat pernyataan damai tidak tertulis nominal ganti rugi," kata Ahmad Zuhdi.
Tawar menawar alot pun terjadi. Pihak Ahmad Zuhdi menawar Rp5 juta, namun pihak keluarga murid tak menerimanya.
"Kakak saya menawar Rp5 juta, itu sudah jual motor, namun karena tidak diterima, jadi dipinjami uang teman-teman hingga akhirnya saya bayar Rp12,5 juta," katanya.
Ahmad Zuhdi mengaku sedih atas kasus menimpanya. Selama 30 tahun mengajar, baru kali ini ada yang sampai memerkarakan dirinya. Banyak rekan-rekannya meminta agar ia mendoakan si murid agar ilmunya tak bermanfaat, namun dirinya tak sampai hati melakukan hal itu.
"Saya tetap mendoakan agar ilmu yang didapat murid saya bermanfaat, biar saya juga dapat pahalanya," kata Ahmad Zuhdi.
Ia pun mengaku gaji atau bisarah didapat dari mengajar sebanyak Rp100 ribu per bulan.
"Gaji saya ya Rp400 ribu, diberikan empat bulan sekali," jelasnya. (Sigit Aulia Firdaus)
(and_)