Ilustrasi (Dok. Freepik)
JAKARTA, solotrust.com - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menegaskan penyakit hemofilia dan thalassemia dijamin Program JKN.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, memastikan seluruh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berhak mendapatkan terapi hemofilia maupun thalassemia tanpa biaya, sepanjang mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku di fasilitas kesehatan.
Ia menjelaskan, hemofilia dan thalassemia sejak awal telah menjadi bagian dari layanan dijamin Program JKN. Menurut Rizzky Anugerah, komitmen pemerintah melalui Program JKN tak hanya difokuskan pada pelayanan dasar, namun juga pada penyakit berbiaya katastropik yang membutuhkan penanganan jangka panjang.
“Hemofilia dan thalassemia telah lama dijamin Program JKN secara komprehensif, mulai dari pemeriksaan, terapi rutin, transfusi hingga tindakan lanjutan sesuai indikasi medis. Peserta tak dipungut biaya selama mengikuti prosedur dan ketentuan berlaku. Negara hadir untuk melindungi seluruh peserta, termasuk mereka yang hidup dengan penyakit kronis seumur hidup,” jelasnya, dilansir dari laman bpjs-kesehatan.go.id, Selasa (28/10/2025).
BPJS Kesehatan mencatat hemofilia dan thalassemia termasuk dalam kelompok penyakit katastropik, kategori penyakit membutuhkan biaya besar dan penanganan berkelanjutan sepanjang hayat. Rizzky Anugerah mengatakan, pemanfaatan layanan hemofilia terbilang tinggi, yakni sebanyak 253,89 ribu kunjungan dengan total pembiayaan telah dikeluarkan mencapai Rp2,88 triliun di sepanjang 2023 hingga September 2025.
"Sementara itu untuk thalassemia, jumlah kasus yang ditanggung dari 2023 hingga September 2025 mencapai 982,17 ribu kunjungan dengan total pembiayaan mencapai Rp2,17 triliun. Angka itu menempatkan penyakit tersebut sebagai salah satu penyakit berbiaya katastropik pada Program JKN," terang dia.
BPJS Kesehatan juga melakukan simplifikasi prosedur layanan agar pasien tak terbebani proses administratif berulang. Rizzky Anugerah bilang, pasien hemofilia dan thalassemia sudah tak lagi diwajibkan kembali ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk memperpanjang rujukan. Perpanjangan dapat dilakukan langsung di rumah sakit rujukan dengan hanya menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat kontrol dari dokter.
"Rujukan tersebut berlaku hingga 90 hari sehingga pasien dapat menjalani transfusi, terapi, atau kontrol lanjutan secara lebih efisien. Simplifikasi layanan ini dilakukan agar pasien tidak perlu bolak-balik mengurus administrasi,” terangnya.
Sementara itu, dokter umum dan influencer kesehatan, Gia Pratama, menjelaskan hemofilia dan thalassemia merupakan kelainan genetik pada darah yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, teratur, dan tak boleh terputus. Menurutnya, hemofilia terjadi karena tubuh kekurangan faktor pembekuan darah sehingga luka sekecil apa pun dapat memicu perdarahan yang sulit berhenti. Kondisi ini membuat pasien rentan mengalami lebam, perdarahan pada persendian, pembengkakan, serta nyeri hebat yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
“Hemofilia ini bukan penyakit yang muncul karena pola hidup atau gaya hidup, ini murni kelainan genetik. Penderitanya sering kali mengalami perdarahan spontan, bahkan tanpa trauma. Jika tidak ditangani, pendarahan sendi yang berulang dapat merusak sendi permanen dan menurunkan kualitas hidup,” jelas Gia Pratama.
Pada thalassemia, kata dia, masalah utama terletak pada proses pembentukan hemoglobin yang tak normal. Hemoglobin adalah komponen penting dalam sel darah merah, berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuh. Ketika produksi hemoglobin terganggu, sel darah merah menjadi rapuh dan mudah hancur sehingga pasien mengalami anemia kronis.
“Pasien thalassemia umumnya tampak pucat, mudah lelah, sesak, sering infeksi, bahkan bisa mengalami keterlambatan pertumbuhan. Karena usia sel darah merah hanya sekitar 120 hari, anemia akan terus berulang. Inilah sebabnya pasien harus rutin menerima transfusi darah sepanjang hidupnya,” ungkap Gia Pratama.
Ditambahkan, transfusi darah harus dilakukan rutin, ada yang dua minggu sekali atau sebulan sekali. Menurutnya, kalau tak ada jaminan kesehatan, biaya transfusi, kelasi zat besi, hingga perawatan lanjutan bisa sangat mahal dan nyaris tak terjangkau.
"Terapi ini seumur hidup, bukan hanya satu kali tindakan saja. Terapi ini wajib diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi akibat transfusi berulang yang dapat merusak organ vital, seperti jantung, hati, dan endokrin. Karena itu, memastikan keberlanjutan terapi adalah hal krusial. Transfusi tidak boleh berhenti, obat tidak boleh putus, dan pasien tidak boleh kehilangan akses layanan,” tutup Gia Pratama.
