Hard News

Pemerintah Adopsi RCS, Teknologi Belanda untuk Bersihkan Sungai dari Sampah Plastik

Hard News

15 Mei 2019 06:05 WIB

Pihak-pihak yang hadir dalam acara peresmian RCS, termasuk Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman (ke-5 dari kiri) dan Siti Nurbaya, Menteri LHK (ke-4 dari kiri) (Dok. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI).

JAKARTA, solotrust.com - Teknologi River Clean up System (RCS), kerjasama riset Pemerintah RI dengan Kerajaan Belanda segera diaplikasikan untuk membersihkan sungai-sungai di Indonesia dari sampah, khususnya sampah plastik.

Sebagai langkah awal, dilakukan peresmian alat RCS tersebut di Cengkareng Drain, Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara pada Senin (13/5/2019).



Penggunaan alat RCS ini pada tahap awal akan digunakan untuk membersihkan 14 sungai yang ada di DKI Jakarta. Tergetnya pada akhir tahun ini bisa segera diterapkan di wilayah-wilayah yang mengalami pencemaran sampah plastik berat seperti DKI Jakarta dan Bali.

"Tadi saya sudah koordinasi dengan Menteri LHK bahwa ada 14 sungai di Jakarta, kita mau nanti ditiap sungai dipasang alat RCS ini, nanti di teluknya dengan Deputi Gubernur DKI Jakarta, kita mungkin deploy juga beberapa dan itu akan sangat membantu membersihkan sampah plastik ke laut," ujar Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman seusai melakukan peresmian.

Menteri LHK, Siti Nurbaya menambahkan jika alat RCS ini merupakan teknologi dari Belanda. Oleh karenanya langkah awal yang penting adalah KLHK akan koordinasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk diadopsi teknologi dan diproduksi ulang secara masal di Indonesia.

"Yang penting diriset dulu, inikan alatnya dari Belanda belum buatan kita, nanti BPPT akan teliti," tambah Menteri Siti.

Selain membersihkan sampah plastik dari sungai, pemerintah juga memikirkan konsep pengolahan sampah yang telah terkumpul. Dengan pendekatan circular economy, diharapkan upaya pembersihan sampah plastik dapat memilki multiplier effect lebih besar bagi perekonomian masyarakat.

"Tinggal setelah sampah diambil, mengumpulkannya itu harus dibuat mekanisme yang bagus kemudian nanti dibawa ke tempat pemilahan sampah dan itu circular ekonomi akan coba kita hidupkan, saya lihat tadi jenis sampahnya masih bisa diolah untuk circular ekonomi," jelas Menko Maritim Luhut.

RCS adalah salah satu sistem yang dibangun dengan tujuan utama untuk membuat lautan bebas dari plastik. Seluruh sistem RCS digerakan dengan tenaga listrik panel surya yang terpasang di atap RCS.

RCS ini akan mengekstraksi sampah plastik yang mengalir di sungai, menampungnya dalam kantong-kantong besar melalui conveyor belt, kemudian dibawa ke tepi sungai untuk diangkut ke tempat penampungan sementara. Setelah itu sampah plastik dipilah dan didaur ulang agar jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin sedikit.

Ada 14 belas kantong besar untuk menampung sampah. Isi kantung dan rotasi penggantiannya tergantung kepada aliran sungai, kecepatan, jumlah sampah dan jenisnya.

Asumsi untuk saat ini adalah ini sekali sehari. Tetapi ke depan mungkin akan lebih sering bila diperlukan.

Dalam 2 bulan pertama sistem RCS akan beroperasi maksimal 8 jam sehari (dengan asistensi ahli berada di lokasi). Setelah pelatihan semua operator, sistem dapat meningkatkan waktu operasional hingga 16 dan 24 jam per hari.

Alat RCS ini diketahui biaya pembuatannya perunit seharga 200-300 ribu Euro atau sekitarnya Rp5 miliar.

Kapasitas pembersihan sampah dari alat ini mencapai 10 ton pershift. Jika satu hari dibagi menjadi 3 shift, maka dalam sehari dapat membersihkan sampah sebanyak 30 ton untuk setiap unitnya.

Proyek percontohan ini memiliki tujuan untuk membuktikan kinerja RCS, yakni ekstraksi limbah dan plastik dari sungai dan cara kerja manajemen limbah untuk bisa memilah plastik dari limbah lain, sehingga dapat didaur ulang atau dibuang dengan cara yang ramah lingkungan.

Diharapkan, proyek percontohan ini menghasilkan data sebenarnya untuk sampah dari sungai, serta mendapatkan solusi pengelolaan sampah secara terpadu.

Sampah plastik yang berasal dari sungai harus diatasi dengan segera, karena dari data-data diketahui lebih dari 200 ribu ton sampah plastik yang masuk ke lautan berasal dari sungai-sungai di seluruh Indonesia.

Indonesia juga masih menjadi salah satu penyumbang sampah plastik yang terbesar di dunia, dengan 8 juta ton sampah plastik yang masuk ke lautan berasal dari Indonesia.

Kerjasama pembuatan alat pembersih sampah plastik di sungai ini merupakan wujud Memorandum of Understanding (MoU) antara KLHK dengan Kerajaan Belanda yang telah ditandatangani pada tahun 2016 yang lalu.

Dengan hadirnya alat RCS ini diharapkan target pemerintah untuk bisa mengurangi 70% sampah plastik di lautan pada tahun 2025 dapat semakin mudah dicapai. 

Kerjasama Pemerintah RI dengan Kerajaan Belanda ini akan berlangsung 12 bulan dari Maret 2019 sampai Maret 2020. Dengan kerjasama ini diharapkan akan didapatkan lebih banyak data-data untuk menentukan strategi terkait pengurangan sampah plastik di lautan Indonesia.

Hadir juga dalam acara persemian RCS, Duta Besar Kerajaan Belanda, Sekretaris Jenderal KLHK, Dirjen Penanggulangan Pencemaran Kehutanan dan Lingkungan KLHK, Deputi Kemaritiman Kemenko Kemaritiman, Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Jajaran PT. Danone Aqua, dan jajaran Pemerintah Daerah DKI Jakarta. (Lin)

(wd)