Hard News

Anggap Elit Parpol dan Ormas Rongrong Hak Prerogatif Presiden, Hasan Mulachela Gelar Aksi Tunggal

Jateng & DIY

10 Juli 2019 10:21 WIB

Hasan Mulachela saat melakukan aksi tunggal di Plaza Manahan, Surakarta.

SOLO, solotrust.com - Hasan Mulachela melakukan aksi tunggal di Plaza Manahan, Surakarta, Selasa siang (9/7/2019). Aksi tersebut dilakukannya Hasan yang juga mantan anggota DPRD Surakarta, dengan alasan kegerahannya menyikapi langkah yang ditempuh para elit partai politik (parpol) dan organisasi masyarakat (ormas) tertentu, yang dinilainya tidak menggunakan etika politik lantaran secara vulgar meminta jatah kursi kabinet kepada capres dan cawapres terpilih, Jokowi -  Ma'ruf.

Baca juga: Mediasi Pilkades Ditunda 10 Hari, Warga Desa Butuh Kecewa



"Rakyat diimbau di berbagai tempat untuk bersatu kembali setelah selesainya Pilpres 2019 kemarin. Namun setelah selesai, ini justru muncul permintaan - permintaan dari segelintir elit politik dan ormas tertentu, yang malah meminta jatah kabinet, ini kan kebangetan," ketusnya.

Di tengah aksinya, Hasan tampak berjalan kaki dan sesekali berorasi sambil membentangkan spanduk bernada sindiran yang bertuliskan "Elit Parpol & Ormas Jangan Jegal Hak Prerogatif Presiden". Aksi itu  tampak dialamatkan kepada elite parpol dan ormas yang menurut Hasan dinilai sebagai tindakan yang merongrong hak prerogatif presiden dalam menentukan jajaran kabinetnya.

“Di sisi lain mereka bilang kabinet adalah hak prerogatif presiden. Di sisi yang lainnya mereka secara terbuka meminta jatah kursi kabinet. Mereka merongrong capres terpilih dengan mengklaim memiliki hak atas jatah sejumlah menteri. Mereka selalu mengatakan pemilihan kabinet itu hak prerogatif presiden, tapi nodong duluan minta jatah kabinet. Itu kan sama juga bohong. Mestinya itu dibicarakan sendiri ke presiden, tanpa harus disiarkan ke publik. Dan biar presiden yang mengumumkan kabinetnya. Kan selesai, enak kalau seperti itu," jabar Hasan.

Hasan pun menilai perilaku dari sejumlah elit parpol dan ormas tertentu itu merupakan fenomena memalukan, yang menurutnya dikhawatirkan akan menyebabkan kekecewaan dan berdampak buruk di tengah masyarakat. Terlebih, menurut Hasan, fenomena itu kini dinilainya tengah marak menjadi pemberitaan di banyak media massa.

"Efeknya nanti kalau ekspektasi mereka tidak tercapai seperti itu, masyarakat di bawah inilah yang akan kecewa. Karena sudah secara vulgar mereka sampaikan di televisi dan media massa lainnya. Bahkan setiap hari media menyiarkan berita - berita seperti itu. Dukungan dari partai politik dan ormas saat Pemilu 2019 kemarin kan telah disepakati, kalau itu tanpa syarat. Artinya dukungan tersebut mestinya tidak mengharapkan imbalan apa pun. Lalu kenapa kemudian ada segelintir elit parpol dan  juga ormas yang minta jatah kursi menteri?," ungkitnya.

Lebih lanjut, Hasan mengapresiasi sikap PDIP dan Partai Golkar sebagai peraih kursi terbanyak di parlemen dengan perilaku politik yang dinilainya lebih memegang etika berpolitik.

Baca juga: Polresta Surakarta Tangkap 13 Tersangka Penyalahgunaan Narkoba

“Yang saya heran PDIP dan Golkar itu perolehan suaranya terbanyak, tapi tidak pernah mempeributkan soal kabinet. Justru partai dengan perolehan suara medium ke bawah ini yang ribut soal kabinet. Di belahan dunia mana pun seusai pemilu, kabinet diambil atau dibantu oleh ormas dan tokoh politik itu hal yang lumrah. Tapi tidak lantas secara vulgar nodong minta jatah kabinet begitu. Kan bisa pendekatan, bisa lewat loby - loby dengan cara yang lebih etis," pungkasnya. (Kc)

(wd)