SOLO, solotrust.com - Tidak mudah memang untuk lepas dari Iklan, Poster, Sponsor (IPS) Rokok dan kebiasaan merokok warga di perkampungan. Seperti halnya di RW 006 Kelurahan Tegalharjo, Kecamatan Jebres, Solo, pernah dideklarasikan sebagai Kampung Bebas Asap Rokok sejak Agustus 2018 lalu, namun berbagai kerikil mewarnai perjalanannya.
Seperti dituturkan oleh Ketua RW Edy Listianto saat dijumpai solotrustcom di tempat kerjanya, Rabu (11/9/2019). Kata dia, Rabu (17/4) malam lalu, pihaknya pernah memasang spanduk kampung bebas asap rokok di sebuah tempat strategis di wilayahnya, akan tetapi keesokan harinya pukul 05.30 WIB saat ia melintas di lokasi tersebut, dirinya begitu terkejut mendapati sejumlah poster rokok tertempel di tembok dekat spanduk yang ia pasang itu, lantas ia pun menduga poster-poster itu dipasang pada dini hari saat orang-orang tidur terlelap.
Tak hanya menjadi sasaran pelaku industri iklan rokok saja yang menjadi batu sandungan, pun sejumlah warga setempat yang tak menyambut baik upaya menyehatkan generasi penerus bangsa tersebut dari bahaya merokok dan asap rokok di RW yang terdiri dari tiga RT tersebut.
Ia pun berinisiatif mendirikan sebuah pojok rokok untuk mengakomodir para warga perokok, letaknya di pos kampling tempat warga perokok biasa berkumpul untuk kongkow-kongkow. Namun fasilitas tersebut masih seadanya dan dirasa kurang memberi kenyamanan.
“Yang mulai sudo (berkurang,-red) merokok juga ada setelah sosialisasi itu. Ya paling tidak bisa mengurangi kebiasaan warga merokok, kami terus lakukan upaya persuasif, warga yang awalnya menolak jadi segan untuk merokok di tempat-tempat umum, rapat di gedung pertemuan yang semula penuh asap, jadi tidak ada sekarang. Mereka sadar, asap rokok bisa mengganggu orang lain dan berdampak buruk pada kesehatan. Karena memang inisiatifnya bukan dari masyarakat ya, tapi dari pemerintah,” bebernya.
Edy berharap, terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) disahkan meringankan upaya membebaskan kampungnya dari asap rokok dan dapat dicontoh kampung lainnya. Sedangkan dulu saat ditetapkan pada Agustus 2018, yang menjadi dasar adalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 serta Perwali Nomor 13 tahun 2010.
“Sekarang dengan adanya Perda KTR harapannya lebih meringankan kami, aturannya lebih luas, lebih jelas dan lebih tegas, apalagi wali kota juga mendukung penuh,” ujarnya.
Tidak hanya RW 006, di Tegalharjo RW 002 pun demikian mendeklarasikan Kampung Anti Rokok, Ketua RW setempat, Bhenny Budiatno, tegas melarang anak-anak di kampungnya jika disuruh membelikan rokok untuk orang tuanya karena ia tak ingin anak-anak dan muda-mudi terpapar IPS Rokok. Pesan itu kerap didengungkan pada pertemuan warga maupun dalam Forum Anak binaannya.
“Saya bina anak-anak itu agar enggak mau disuruh membeli rokok. Kalau ada orangtua marah, silakan lapor ke saya. Hasilnya, ya sebagian masih ada yang mau melakukan itu sebagian besar enggak lagi,” terangnya.
Kata Bhenny, faktor yang mendasari anak merokok adalah mula-mula terpapar produk rokok dan kedua setelah ia punya uang saku cukup akan mencoba-coba beli dan merokok hingga akhirnya jadi gaya hidup. Ia prihatin ketika mendapati anak-anak usia SMP dan SMA merokok.
“Saya pernah menegur. Saya ajak mereka agar berkegiatan positif dengan olahraga bersama pada hari Sabtu untuk mengalihkan dari keinginan merokok,” ungkapnya.
Bhenny juga memberikan imbauan merokok di rumah tinggal, sebab di tempat tertutup asap rokok menjadi lebih berbahaya tat kala mengepul di dalam ruangan, apalagi terdapat keluarga dan anak-anak. Ia mengaku sulitnya membuat warga sadar tidak merokok di rumah.
“Saya bukannya melarang, tapi mbok ya o, kalau merokok di dalam rumah, bisa di angkringan atau tempat lain khusus perokok, sehingga keluarga di rumah tidak terpapar bahayanya. Namun, tetap saja orang tua merokok di teras, bahkan di dalam rumah, harus sedikit demi sedikit disadarkan perilaku itu,” tandasnya. (adr)
(wd)