Solotrust.com - Seorang seniman apabila sudah meninggal yang dikenang ialah karya-karyanya selama masih hidup. Karya-karya yang ditinggalkan itulah nantinya yang tetap akan berpijar seperti api dan membakar semangat teman-teman, kerabat serta orang-orang yang pernah terlibat bersinggungan dengan si pencipta karya.
Kiranya begitulah yang terjadi dengan mendiang musisi sekaligus seniman serba bisa Djaduk Ferianto. Pada Selasa (25/02/2020) di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta KuaEtnika yang merupakan kelompok musik pimpinan mendiang Djaduk Ferianto beserta keluarga, teman, dan kolega Djaduk semasa hidupnya, menggelar acara umbul donga Ibadah Musikal memperingati seratus hari Djaduk meninggalkan keluarga dan kerabatnya untuk menghadap kepada Sang Pencipta.
Pada malam hari itu, turut tampil beberapa penyanyi serta komunitas musik yang pernah terlibat berproses selama hidupnya bersama mendiang Djaduk Ferianto. KuaEtnika malam itu juga tampil dengan karya-karya yang sebagian besar merupakan ciptaan Djaduk setelah Jazz Mben Senen serta Tricotado membuka acara. KuaEtnika kemudian berkolaborasi dengan Tashoora tampil menghentak.
Seusai itu, penyanyi jazz Syaharani pun tak ketinggalan ikut memeriahkan acara pada malam itu dengan suara lengkingannya yang sangat khas. Lanjut kemudian berturut-turut ada Richard Hutapea, Soimah, James F Sundah yang datang langsung dari Amerika serta Endah Laras dan terakhir Teater Gandrik ikut menyemarakkan acara yang dipersembahkan untuk Djaduk Ferianto.
Sardono W Kusumo yang juga dahulunya pernah bersinggungan dengan mendiang Djaduk, Butet serta ayahnya Bagong Kussudihardja menceritakan perjalanannya ketika pernah suatu ketika bertemu dengan Djaduk saat di Jepang sekira 2000 silam. Sardono dalam orasinya berterima kasih kepada mendiang Djaduk dan Butet.
"Duk, terima kasih dan juga Butet yang masih hidup, terima kasih telah melanjutkan visi dari Padepokan Mas Gong,” ujar Sardono yang melihat kedua putra mendiang Bagong ini terus melanjutkan visi yang dimiliki ayahnya semasa hidup, hingga salah satu anaknya, Djaduk meninggal dunia.
Pada acara itu, Butet Kertardjasa mewakili keluarga mengucapkan terima kasih serta meminta semua pihak mengikhlaskan kepergian adiknya, Djaduk Ferianto.
“Ini malam adalah ibadah kebudayaan, bukan ibadah agama supaya Djaduk dilapangkan jalannya sampai surga,” kata Butet.
“Kita belajar mengikhlaskan Djaduk pergi jauh. Sudah seratus hari dia pergi, tapi memang susah belajar untuk ikhlas,” lanjut Butet yang malam itu tidak mau bersedih karena mengingat adiknya telah mendahului.
Sementara itu, istri Djaduk, Petra kepada solotrust.com mengungkapkan dirinya tidak menyangka jika diwarisi begitu banyak teman serta saudara dari pergaulan mendiang semasa hidup.
“Ndak nyangka kalau diwarisi sedulur-sedulur (saudara-red) segini banyaknya,” ucap Petra. (dd)
(redaksi)