Hard News

Kenaikan PPN 12%, Mahasiswa Yogyakarta Turun ke Jalan

Jateng & DIY

30 Desember 2024 21:31 WIB

Aksi demonstrasi mahasiwa di Titik 0 Km Yogyakarta, Senin (30/12/2024) (Foto: Putri Patimatul Zahra)

YOGYAKARTA, solotrust.com – Saat ini lagi lagi digemparkan dengan adanya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN senilai 12 persen. Hal ini tak bisa diterima masyarakat karena nilainya sangat besar.

Dilihat juga dari beberapa kota yang berpenghasilan minim sangat tidak masuk jika pajak diterapkan sebesar itu. PPN adalah pajak yang akan didapatkan ketika membeli suatu barang, maka hal itu tidak masuk akal dengan upah minimum regional (UMR) Yogyakarta karena bagi mereka itu tidak adil.



“Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi, bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ungkap Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani dalam konferensi pers bertajuk ‘Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan’ di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Sejumlah lembaga riset ekonomi memrediksi jika semua rencana itu diberlakukan, kelas pekerja pun ‘di ujung tanduk’. Artinya, mereka yang bergaji pas-pasan terpaksa menambah hutang atau menguras tabungan demi menyambung hidup.

Dari ujaran itu saja sudah jelas terlihat, dengan menambahnya hutang bagaimana Indonesia ini maju dan berkembang jika masyarakatnya terlilit hutang. Hal itu akan menyengsarakan hidup masyarakat menengah ke bawah yang seharusnya memikirkan tentang bagaimana ia hidup nyaman, namun harus memikirkan kenaikan pajak yang sangat signifikan.

“Kami tidak meminta apa-apa, kami hanya ingin hidup sejahtera dengan pendapatan yang kami punya di sini. Pemasukan kami sudah minim, masak iya kalian para pejabat negara masih membantai kami dengan pajak 12 persen itu, lalu apakah sisa itu bisa kami gunakan selama sebulan?” ujar mahasiswa Yogyakarta, Rino.


Angka 12 saat ini seakan menjadi angka keramat bagi mereka karena bukan lagi satu persen atau dua persen, sekarang keduanya menjadi satu dan membuat para pekerja kelas bawah menjadi tertekan dengan adanya penyampaian tersebut.

Tidak ada adilnya jika pejabat negara dengan gaji Rp10 juta dibandingkan dengan masyarakat bergaji Rp1,5 juta disamakan mendapat pajak sebesar 12 persen. Adanya aksi demonstrasi mahasiswa diharapkan bisa sampai kepada pemerintah.

Tahun baru 2025 justru bukan menjadi hal untuk beresolusi bagi masyarakat membuat tabungan meningkat. Namun menjadi kecaman bagi mereka, apalagi ditambah nanti Ramadan 2025 di mana bahan pokok meningkat drastis yang membuat para ibu rumah tangga tertekan dengan hal itu.

Seperti sudah dijelaskan, barang berwujud adalah jenis barang yang memiliki bentuk fisik, seperti pakaian, aksesoris, barang elektronik, bangunan, perabot rumah tangga, tanah, makanan olahan kemasan, hingga kendaraan.

Sementara barang tidak berwujud meliputi hak cipta di berbagai bidang, seperti kesenian atau karya ilmiah, paten, desain, model, rencana perusahaan, formula rahasia, hingga merek dagang. Jadi, barang dan jasa yang biasa kita pakai dan konsumsi sehari-hari semakin mahal, misalnya pakaian, pulsa, tas, sepatu, perkakas, hingga jasa layanan streaming film dan musik yang sering kita pakai misalnya Netflix, Spotify, YouTube, dan lainnya.

(and_)