PALEMBANG, solotrust.com- Indonesia akhirnya menambah tiga cagar biosfer baru yang diakui dunia. Pengakuan ini setelah sidang ke-30 The Man and Biosphere International Co-ordinating Council (MAB-ICC) UNESCO di Palembang, Sumatra Selatan menetapkan secara resmi tiga nominasi cagar biosfer, diusulkan Indonesia sebagai cagar biosfer baru dunia, Rabu (25/07/2018).
Adapun ketiga kawasan menjadi cagar biosfer baru, yakni Berbak Sembilang (Sumatera Selatan-Jambi), Betung Kerihun Danau Sentarum Kapuas Hulu (Kalimantan Barat) dan Rinjani-Lombok (Nusa Tenggara Barat). Dengan penambahan tiga kawasan cagar biosfer, praktis jumlah cagar biosfer di Indonesia menjadi 14 dari sebelumnya sebelas cagar biosfer. Penetapan ini juga menambah jumlah cagar biosfer dunia yang sebelumnya berjumlah 669, tersebar di 120 negara dunia.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga Presiden MAB-ICC UNESCO, Enny Sudarmonowati, menyambut gembira atas penetapan resmi tiga cagar biosfer baru di Indonesia sebagai cagar biosfer dunia.
“Dengan penetapan ini, maka kita harus menjaga kelestarian cagar biosfer tersebut. Apalagi Indonesia termasuk salah satu negara kaya sumber daya hayati, termasuk di dalamnya cagar biosfer. Kita harus memimpin dunia dan ikut menentukan kebijakan-kebijakan pengelolaannya,” ujarnya, dilansir dari laman resmi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, lipi.go.id, Kamis (26/07/2018).
Di sisi lain, dia menyoroti lewat sidang ke-30 MAB-ICC kali ini diharapkan pengembangan sistem pengelolaan cagar biosfer efektif dan efisien dalam kerangka program MAB sebagai wahana implementasi dan terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Indonesia juga harus mampu mendorong pengembangan cagar biosfer guna meningkatkan kehidupan masyarakat serta kelestarian sumber daya hayati dan ekosistemnya.
Senada, Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Alex Nurdin mengatakan, keberadaan cagar biosfer mendorong pelestarian kawasan hutan dan sekitarnya. Oleh sebab itu perlu perbaikan hutan telah rusak, khususnya di Sumatera Selatan.
“Sejak kebakaran hutan dan lahan besar tahun 2015 lalu, sebagian besar hutan di Sumsel mengalami kerusakan hampir 70 ribu hektar,” ungkapnya.
(and)