Hard News

Polemik Rekam Biometrik, Menag Surati Pemerintah Arab Saudi

Hard News

03 Januari 2019 22:05 WIB

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. (Dok Kemenag)

JAKARTA, solotrust.com – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) meminta penerapan rekam biometrik bagi jemaah umroh dan haji sebagai sebagai syarat penerbitan visa ditunda. Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengaku sudah mengirimkan surat terkait hal ini kepada Pemerintah Arab Saudi.

Rencana Pemerintah Arab Saudi menerapkan rekam biometrik sebagai syarat penerbitan visa ini menuai pro-kontra. Kebijakan ini dirasa akan memberatkan jemaah umrah, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia.



“Sebelum kebijakan biometrik ini diterapkan di Indonesia, kami sudah bersurat kepada Pemerintah Arab Saudi. Bahkan pada pertemuan terakhir pada Desember 2018, saya kembali menyampaikan kepada Menteri Haji Arab Saudi agar kebijakan tersebut dipertimbangkan kembali karena sangat menyulitkan jemaah Indonesia," ujar Menag melalui keterangan tertulis, Kamis (03/01/2018).

Dari surat tersebut, kata Menag, pihak Arab Saudi akan mendalami lagi terkait proses biometrik bagi calon jemaah umrah Indonesia.

Menag menuturkan, selama ini calon jemaah umrah dan haji Indonesia untuk mendapatkan visa tidak perlu menjalankan proses biometrik di Tanah Air. Sebab, proses rekam itu dilakukan saat tiba di Arab Saudi dan itupun tidak menjadi syarat untuk mendapat visa.

"Baru pada 2018 lalu muncul kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang mensyaratkan penerbitan visa harus dilakukan biometrik seperti sidik jari, mata dan data lainnya di tempat tertentu atau perwakilan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Perwakilan ini tidak semuanya ada di setiap provinsi di Indonesia bahkan di kabupaten/kota," kata Menag.

Hal itulah yang dianggap memberatkan bagi calon jemaah Indonesia. Mengingat letak geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dan tidak semua daerah ada tempat rekam biometrik.

Menurutnya, kebijakan ini bisa saja diterapkan di negara seperti Brunai Darussalam atau negara yang satu kawasan saja.

"Ini akan sangat menyulitkan bagi calon jemaah. Untuk mendapatkan visa mereka harus berpergian jauh hanya untuk merekam biometerik. Jadi ada dua kali yang dilakukan jemaah yaitu untuk rekam biometerik dan kemudian pergi ke Tanah Suci. Ini tidak efisien dan kami sangat memahami kesulitan ini bagi jemaah kita," tandas Menag.

(way)