Solotrust.com- Sebuah kisah sukses dari seorang Angga Fauzan mendadak menjadi viral. Pemuda dari desa Cepogo, Boyolali ini mengisahkan hidupnya lewat twitter dan dibagikan oleh banyak sesama pengguna twitter.
Pada awalnya Angga tinggal di daerah Ciracas Jakarta Timur. Ayahnya adalah seorang penjual ayam goreng yang menetap di daerah Jalan Baru. Namun, nasib berkata lain dia dan keluarganya terkena penggusuran dan tidak mendapatkan kompensasi yang jelas. Hingga keluarganya memutuskan untuk kembali dan tinggal di Cepogo Boyolali tempat ayahnya berasal.
Di Cepogo, Angga beserta keluarganya tinggal di sebuah bekas kandang kambing pinggir kebun bambu milik kakeknya. Kandang tersebut kemudian direnovasi hingga akhirnya jadilah rumah yang terbuat dari tripleks. Namun, tatkala hujan akan terjadi bocor di mana – mana dan apabila angin menerjang, maka daun – daun bambu tersebut akan masuk ke rumah.
Saat di sekolah Angga menceritakan apabila sewaktu SD dia sering terkena bully dari mulai kelas 4 sampai dengan kelas 6. Dia selalu menjadi sasaran bully mulai dari jadi korban ejekan sampai dipalak sama teman – temannya. Karena mendapatkan bully tiap saat, sewaktu pulang dari sekolah ke rumah pun dia selalu menangis.
Lulus SD dengan nilai memuaskan, Angga berencana sekolah ke SMP yang berada di kota. Namun, niatnya ini mendapat tentangan dari orang tuanya terutama ayahnya. Ayahnya tidak tega melihat Angga harus naik bus yang bisa menghabiskan waktu 2-3 jam selama perjalanan. Tapi perlahan – lahan akhirnya ayahnya luluh juga melihat tekad dan usaha dari Angga. Selama di SMP, Angga cenderung menghabiskan waktunya di perpustakaan. Membaca buku-buku di sana hingga dia akhirnya diminta ikut membantu jadi pustakawan sekolah dengan upah 5 ribu per hari.
Usai lulus dari SMP dia ingin melanjutkan sekolahnya di SMA 1. Namun, lagi – lagi ayahnya menentang dia. Angga disarankan supaya kursus computer saja. Namun, Angga lagi – lagi tidak mau. Ia minta keluarga dan keluarga besarnya untuk meminjamkan uang tapi tidak ada yang punya. Hingga suatu saat ayahnya berhasil mencari pinjaman uang, namun dengan satu syarat Angga harus sekolah di SMK. Keinginan ini pun ditolak oleh Angga, hingga akhirnya ayahnya luluh dan menuruti keinginan Angga sekolah di SMA 1 Boyolali.
Untuk membantu kehidupan keluarga dan menjaga dapur tetap ngepul, ibu Angga berjualan gorengan, siomay dan es campur keliling desa hingga pukul 6-7 malam terkadang bisa juga jam 9 malam baru pulang ke rumah. Sedangkan kalau baru capek, ibu Angga menjadi pembantu di tempat tetangga- tetangga sekitar.
Lulus SMA, Angga kemudian masuk ITB. Selama kuliah di ITB dia hidup dari beasiswa yang sekenanya dan juga rajin untuk mencari sampingan, supaya hidupnya di tanah perantauan tidak terlalu sengsara. Angga tidak pernah diberi uang bulanan, dia hanya diberi uang untuk membayar semesteran besarnya 400-700 ribu. Dia juga mengisahkan uang tersebut hasil hutangan orang tuanya entah kepada siapa.
Singkat cerita, sewaktu kuliah ia mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Edinburgh akhirnya dia pilih. Perjuangan untuk ke sana pun tidak berjalan mulus. Karena selain dia harus mengikuti tes untuk masuk ke sana, dia juga harus pontang panting mencari sponsor untuk jaminan bisa tinggal dan belajar di sana.
Akhirnya setelah melewati berbagai lika liku dan tekad perjuangan, Angga berhasil menyelesaikan studi masternya di Edinburgh University Skotlandia. Rumah yang dulunya hanya terdiri dari triplek pun sekarang sudah berdinding tembok. Kebulatan tekad dan kegigihan perjuangan yang dilakukan oleh Angga Fauzan untuk tidak gampang menyerah pada situasi terjepit pun mendpat respon pujian dari para warganet.
(wd)