SOLO, solotrust.com - Memasuki tahun ke tujuh penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), BPJS Kesehatan bersama bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) memantapkan komitmen untuk terus senantiasa mengembangkan inovasi pelayanan kesehatan demi meningkatkan kualitas layanan bagi peserta, salah satunya terhadap pasien cuci darah.
“Ketiga komitmen yang telah disepakati tersebut adalah sistem antrian elektronik, informasi display tempat tidur dan simplifikasi administrasi pelayanan bagi pasien JKN-KIS khususnya cuci darah atau hemodialysis,” kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, Bimantoro dalam acara Sosialisasi Simplifikasi Pasien Cuci Darah di Kantor BPJS Kesehatan Solo, pada Kamis (16/01/2020).
Dalam sosialisasi tersebut menghadirkan kepada 20 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang mempunyai pelayanan hemodialisis di wilayah Surakarta. Di mana dipaparkan prosedur pelayanan hemodialisis bagi peserta JKN-KIS semakin mudah.
“Pasien yang memerlukan layanan hemodialisis rutin di FKRTL yang telah dilengkapi dengan finger print dapat dilayani di FKRTL tanpa harus kembali mengurus surat rujukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),” bebernya
Bimo menjelaskan, metode yang digunakan dalam simplifikasi ini adalah dengan melakukan proses perpanjangan masa berlaku surat rujukan melalui aplikasi VClaim ketika masa berlakunya telah habis 3 bulan atau 90 hari.
“Jadi peserta tidak perlu kembali ke FKTP untuk meminta surat rujukan berikutnya. Perpanjangan dapat dilakukan paling lambat pada hari ke-7 setelah surat rujukan sebelumnya habis,” katanya.
Dampak dari implementasi ini juga akan memberikan manfaat bagi FKRTL dalam kecepatan pemberian layanan bagi peserta, karena meminimalkan jenis inputan pada penerbitan Surat Eligibilitas Peserta (SEP).
“Diharapkan hal ini dapat mengurangi antrean serta memberikan kepastian klaim yang akan dibayarkan karena terhindar dari penggunaan kartu oleh peserta yang tidak berhak. Fasilitas kesehatan juga mempunyai kewajiban meneliti kebenaran identitas peserta dan penggunaannya,” ujarnya.
Bimo menambahkan, pelaksanaan implementasi finger print nanti juga berdampak pada eligibilitas peserta yang mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan.
“Eligibilitas tersebut perlu dipastikan untuk mencegah penggunaan hak jaminan kesehatan oleh orang lain yang tidak berhak melalui dukungan otentifikasi menggunakan fitur sidik jari,” pungkasnya. (adr)
(wd)