Hard News

HUT RI, Warga Klaten Gelar Upacara di Sungai Dengkeng

Jateng & DIY

18 Agustus 2020 09:57 WIB

Warga Desa Balak, Kecamatan Cawas, Klaten menggelar upacara bendera di tengah Sungai Dengkeng (DAM), Senin (17/08/2020)

KLATEN, solotrust.com - Berbagai cara dilakukan warga untuk merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 Kemerdekaan RI dengan hikmah. Jika umumnya upacara digelar di tanah lapang, warga Desa Balak, Kecamatan Cawas, Klaten justru menggelar upacara bendera di tengah Sungai Dengkeng (DAM) yang mengalirkan air ke arah Sungai Bengawan Solo.

Pada DAM atau bendungan terdapat jembatan melengkung diberi nama jembatan pelangi. Jembatan berukuran lebar satu meter dan panjang sekira 50 meter. Sungai ini, apabila datang musim penghujan kerap meluap dan mengakibatkan banjir hingga menggenangi persawahan, bahkan rumah warga sekitar.



Menariknya, para peserta upacara terdiri atas anak muda dan orang tua mengenakan pakaian seragam sekolah dari tingkat SD hingga SMA, ada pula berpakaian kebaya.Para peserta sebagian di atas jembatan, sementara lainnya berada di pinggir jembatan.

Sebagian orang dengan perahu getek dari bambu menjaga bendera yang ditancapkan di sungai berkedalaman empat hingga lima meter. Upacara dimulai pada pukul 10.17 WIB.Saat upacara berlangsung, peserta menyanyikan lagu perjuangan, seperti Hari Kemerdekaan dan Gugur Bunga.

Menurut tokoh masyarakat Desa Balak, Wijianto, upacara di sungai dimaksudkan untuk menggugah kesadaran warga masyarakat agar selalu menjaga kebersihan sungai. Selain itu, kegiatan ini sebagai simbol penghormatan dan perayaan HUT ke-75 Kemerdekaan RI.

“Ya, kalau kondisi musim hujan sungai ini sering banjir. Lokasi sekitar bendungan ini sering terdapat tumpukan sampah,” katanya kepada solotrust.com, Senin (17/08/2020).

Dikatakan, dalam upacara ini para peserta juga memerhatikan protokol kesehatan, seperti memakai masker, cuci tangan pakai sabun sebelum masuk area upacara, dan jaga jarak.

“Ini masih dalam suasana pandemi Covid-19, jadi kami mengedepankan protokol kesehatan,” ujar Wijianto.

Ditambahkan, Jembatan Pelangi saat ini menjadi wahana alam.

“Bendungan ini kami kelola, kami bersihkan sebagai wahana. Kalau tidak begini, sungai ini akan kotor dan banyak tumpukan sampah yang menyangkut pada bendungan serta pinggir-pinggir sungai,” kata dia.

Sementara salah seorang peserta upacara, Adi Wijaya, mengaku sedih apabila ada warga membuang sampah ke sungai dengan seenaknya sendiri. Ia mengaku, Sungai Dengkeng adalah tempat bermainnya di masa kecil dulu.

“Saya bersama teman lainnya merasa sedih kalau sewaktu-waktu melihat warga membuang sampah ke sungai ini. Akibat sampah, sungai ini jadi kotor dan mengeluarkan bau tak sedap,” ujar dia usai mengikuti upacara.

Selama musim kemarau, Adi Wijaya bersama teman lainnya tergugah membersihkan sungai. Apabila sungai bersih, tentunya menjadi indah dipandang.

“Kami berpesan kepada warga seluruhnya yang berada di bantaran Sungai Dengkeng ini untuk selalu menjaga sungai tetap bersih dan tidak membung sampah sembarangan,” kata serunya.

Adi Wijaya bersama temannya lain mengaku mengikuti upacara di jembatan sungai adalah kesan pertama. Biasanya upacara selalu diselenggarakan di tanah lapang, namun kali ini di sungai atau di atas jembatan.

“Upacara ini sangat unik dan menarik karena kita dapat menjaga sungai secara bersama-sama. Diharapkan, tahun depan digelar di tempat ini lagi yang lebih semarak lagi. Ya, ini yang pertama dilakukan di sungai,” katanya

Usai melakukan upacara, sebagian peserta menceburkan diri ke sungai sebagai simbol sungai bersih dan tidak kotor lagi. (Jaka)

(redaksi)