Solotrust.com - Pihak TikTok mengaku kecewa dengan keputusan Departemen Perdagangan AS yang memblokir unduhan dan pembaruan aplikasi populer itu mulai Minggu (20/09/2020) besok.
"Kami tidak setuju dengan keputusan dari Departemen Perdagangan dan kecewa karena akan memblokir unduhan aplikasi baru mulai Minggu dan melarang penggunaan aplikasi TikTok di AS mulai 12 November," kata perwakilan TikTok dalam pernyataan yang diperoleh Xinhua, Jumat (18/09/2020).
"Komunitas kami yang terdiri atas 100 juta pengguna AS menyukai TikTok karena ini adalah rumah untuk hiburan, ekspresi diri, dan koneksi," lanjut perusahaan teknologi yang berbasis di Los Angeles itu.
"Kami berkomitmen untuk melindungi privasi dan keamanan mereka, saat kami terus bekerja. untuk membawa kegembiraan bagi keluarga dan karier yang berarti bagi mereka yang berkreasi di platform kami," tukas perwakilan TikTok.
Departemen Perdagangan AS pada Jumat (18/09/2020) mengabarkan mulai Minggu, setiap upaya untuk mendistribusikan TikTok di toko aplikasi seperti Apple Store dan Google Play akan dilarang. Sementara larangan yang lebih luas terhadap platform jejaring sosial berbagi video itu akan diterapkan mulai 12 November 2020 mendatang.
Terlepas dari itu, pihak TikTok menyatakan berdasarkan keputusan perusahaan, pengguna TikTok yang telah mengunduh aplikasi dapat terus menggunakannya, namun mereka tak akan dapat mengunduh versi terbaru yang dirilis Minggu.
Menurut data perusahaan, jumlah total pengguna aktif bulanan TikTok di AS pada Juni melonjak menjadi 91.937.040. Sementara itu, Gedung Putih dikabarkan tengah mempertimbangkan proposal yang diajukan TikTok pada Senin.
Oracle, sebuah perusahaan teknologi komputer multinasional Amerika berkantor pusat di California mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan pada Senin. Mereka telah mencapai kesepakatan dengan induk TikTok di Cina, ByteDance untuk menjadi mitra tepercaya TikTok di AS.
Sejauh ini, belum ada detail mengenai proposal tersebut yang terungkap. Presiden AS Donald Trump dan beberapa politisi AS telah berulang kali berspekulasi bahwa TikTok merupakan ancaman keamanan nasional bagi negara, meski tak ada bukti yang diberikan untuk mendukung tuduhan itu.
Pada 6 Agustus, Trump mengeluarkan perintah eksekutif melarang transaksi AS dengan ByteDance, mengutip Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional. Larangan itu akan mulai berlaku pada 20 September. Pada 14 Agustus, ia menandatangani perintah eksekutif kedua yang akan memaksa ByteDance untuk menjual atau menjalankan bisnis TikTok AS dalam waktu 90 hari.
Saat waktu terus berjalan, investor AS yang terlibat dalam kesepakatan itu, termasuk Sequoia Capital dan General Atlantic, mendukung tawaran Oracle untuk membeli TikTok. Menurut situs Business Insider, perusahaan teknologi itu memiliki koneksi politik kuat dengan Trump.
TikTok menggugat pemerintah AS lantaran memblokir perintah yang dikeluarkan pada 6 Agustus dengan alasan hal itu tidak konstitusional. Trump, Sekretaris Perdagangan AS Wilbur Ross, dan Departemen Perdagangan terdaftar sebagai tergugat dalam dakwaan sebanyak 39 halaman.
Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Tengah California yang berlokasi di Los Angeles, menerima klaim TikTok pada 24 Agustus, namun tak ada jadwal untuk sidang.
"Saat ini kami tidak dapat memprediksi hasil dari litigasi dengan pasti, pengadilan AS akan enggan untuk memutuskan terhadap presiden tentang masalah keamanan nasional," kata mitra pengelola Kantor Shanghai Squire Patton Boggs, Dan Roules kepada Xinhua bulan lalu.
Roules adalah pengacara bisnis yang berfokus membantu perusahaan China memahami dan mengatasi masalah hukum, politik, dan lainnya saat berinvestasi di luar negeri. Dia menghabiskan seluruh kariernya di Squire Patton Boggs, salah satu dari 30 firma hukum terbesar di dunia. (and)
(redaksi)