JAKARTA, solotrust.com - Bank Indonesia (BI) memperingatkan seluruh pihak agar tidak menjual, membeli, atau memperdagangkan virtual currency. Sebab virtual currency termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Secara tegas, virtual currency dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
Direktur Eksekutif​ Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab.
"Tidak ada administrator resmi dan tidak ada underlying asset yang mendasari harga virtual currency. Nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble). Serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sehingga mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat," terangnya dalam rilis kepada media, Sabtu (13/1/2018).
Larangan tersebut berdasar Undang-Undang No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Ditegaskan, mata uang adalah uang yang dikeluarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setiap transaksi yang bertujuan untuk pembayaran atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.
Sebagai otoritas sistem pembayaran, BI melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dan penyelenggara teknologi finansial di Indonesia baik bank dan lembaga Selain bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency.
Penyelenggara jasa yang dimaksud meliputi prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, hingga penyelenggara transfer dana.
Larangan itu diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017​ tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
"Sebagai otoritas di bidang Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran, BI berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen, dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme," jelasnya.
(way)