JAKARTA, solotrust.com - Rencana memasukkan pasal Penghinaan Presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tak pelak menuai pro kontra di tengah masyarakat. Di media sosial, netizen bahkan ramai melontarkan penolakannya terhadap pasal yang dianggap pasal karet itu.
Hashtag alias tanda pagar (Tagar) tolak pasal penghinaan presiden menjadi trending topic Twitter pada Selasa (06/02/2018) malam. Beragam tanggapan dikemukakan, mulai dari pasal penghinaan presiden adalah bentuk pembungkaman kebebasan hingga kemunduran demokrasi.
Sebagaimana ditulis akun @arulsVB, “Pembungkaman kebebasan jilid baru setelah era Orde Baru. #TolakPasalPenghinaanPresiden”. Demikian pula akun @AsFairus menilai pasal penghinaan presiden sebagai bentuk matinya demokrasi. “Matinya sebuah arti demokrasi jika rakyat dibungkam katanya siap utk dikritik. #TolakPasalPenghinaanPresiden”.
Lain lagi dengan akun @Bil_lubis menulis, “Demokrasi memberikan ruang untuk mengkritisi kebijakan Pemerintah. Ada Hak kami disitu. Nah Kewajiban Pemerintah adalah intropeksi diri jika di kritik demi perubahan yg lbh baik. Kalau gk mau di kritik, ya jadi seperti kami saja, Rakyat biasa. #TolakPasalPenghinaanPresiden”.
Tak ketinggalan, akun @fariomeda juga berkomentar “Kalau merasa benar2 sesuai amanah Pancasila dan UUD 45 mengapa harus takut kritik? #TolakPasalPenghinaanPresiden”. Sementara akun @buyutsayama menganggap pasal penghinaan presiden adalah bentuk kemunduran demokrasi, pemasungan rakyat bersuara. “Kemunduran Demokrasi. Pemasungan terhadap rakyat untuk bersuara. #TolakPasalPenghinaanPresiden”.
Pasal penghinaan kepala negara sendiri saat ini tengah dibahas Panitia Kerja RKUHP di DPR. Jika disahkan, penghina presiden bisa diproses secara hukum tanpa perlu aduan kepala negara.
(and)