SOLO, solotrust.com- Gelaran Solo Batik Carnival 11 tahun ini akan dilangsungkan selama 5 hari, 11 - 15 Juli 2018. Tema yang diusung adalah Ika Paramarta dengan harapan menyatukan keberagaman Indonesia. Melalui 8 Devile dari 8 Provinsi yang meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Irian Jaya dan DKI Jakarta.
Baca juga:Solo Batik Carnival 2018 Usung Tema Ika Paramarta
Dinas Pariwisata Surakarta berharap, SBC 11 akan mampu menyedot wisatawan dari luar kota Solo. Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Surakarta, Nunuk Mari Hastuti mengakui selama ini adanya SBC belum menyedot wisatawan lebih banyak ke Solo. Untuk itu Pemkot akan membantu publikasi bahkan minta bantuan Kementerian agar SBC semakin dikenal.
"Meski belum ada data pastinya, memang belum tercapai target wisatawan dari luar Solo. Tapi dengan tema yang baru ini diharapkan lebih menarik wisatawan dari luar kota Solo. Harapannya dari luar Solo juga datang, sebab ragam budayanya ditampilkan di SBC," terangnya saat Jumpa Pers di Hotel Swiss Belinn, Rabu (14/2).
Nunik berpesan pada panitia supaya melakukan peningkatan kualitas sehingga tema bisa benar-benar terrepresentasi dengan baik. Pembimbingan dari panitia diharapkan agar peserta mampu merancang kostum berkualitas. Terutama nyaman dari sisi pemakaian dan menonjolkan ciri khas.
"Apalagi SBC sudah termasuk 100 besar event Wonderful Indonesia selain SIPA dan Festival Payung. Sebab paling konsisten selama lebih dari 10 tahun. Diharapkan, bisa melestarikan batik dengan cara menarik sesuai karakter Solo sebagai Kota Batik," tuturnya.
Koordinator SBC 11, Ragowo Ade Kurniawan mengatakan tema tersebut sudah digodok sejak November 2017. Sehingga cukup persiapan untuk menampilkan prototipe kostum dari 8 Devile di bulan Februari ini. Sekaligus sebagai tanda dibukanya pendaftaran bagi peserta yang berminat.
"Target peserta per- devile maksimal 20 orang ditambah devile anak-anak antara 30-50 orang. Jadi secara total Panitia menargetkan antara 190 - 210an peserta di SBC tahun ini," ujarnya.
Peserta dituntut mampu berperan sebagai kreator, desainer sekaligus performer. Sehingga bisa menciptakan, mendesain dan menggunakan sendiri kostumnya. Panitia akan mengarahkan peserta bibit baru atau yang baru ikut untuk menggunakan bahan pembuatan kostum secara efektif esifien. Tujuannya untuk menekan biaya produksi namun tetap kreatif.
"Polemik dari awal ada pada tersedianya bahan batik dari seluruh Indonesia. Ternyata di Solo ada tempat penjualan bahan tersebut. Peserta akan diarahkan membeli batik ke tempat-tempat tertentu agar tidak kesulitan mencari bahan. Sehingga penggunaan batik untuk SBC tahun ini cenderung batik cap dan printing," imbuhnya.
Hal tersebut juga terkait para budayawan yang mengkritisi penggunaan batik tulis pada kostum SBC di tahun-tahun sebelumnya. Selain harganya mahal, batik tulis tidak disarankan dipakai sebab motifnya mengandung filosofi yang sakral. Baik para budayawan maupun panitia bersepakat merasa sayang bila batik tulis yang adiluhung dipotong-potong untuk kreasi kostum. (Arum)
(wd)