Hard News

Teknologi Informasi Jadi Ancaman Serius Meningkatnya Kejahatan Seksual Anak

Hard News

28 Februari 2018 14:56 WIB

Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto usai Konferensi Kejahatan Eksploitasi Seksual Anak Lintas Negara yang berlangsung di Kota Semarang, Selasa (27/2/2018). (solotrust-vita)

SEMARANG, solotrust.com - Tingkat kejahatan seksual terhadap anak dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Interpol, saat ini di Indonesia diperkirakan 4,2 juta anak terlibat pekerjaan yang berbahaya tersebut.

Bahkan, setiap harinya ada lima anak menjadi korban kejahatan eksploitasi anak, termasuk kekerasan seksual. Hal itu diungkap Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto dalam Konferensi Kejahatan Eksploitasi Seksual Anak Lintas Negara yang berlangsung di Kota Semarang, Selasa (27/2/2018). Konferensi tersebut berlangsung atas kerja sama Polri dan Australia Federal Police (AFP) untuk menanggulangi maraknya predator anak.



“Memang perkembangan terakhir kasus (eksploitasi) anak di Indonesia itu relatif terus bergerak naik. Kalau tadi saya sampaikan lima, ya rata-rata per hari ada dua sampai lima kasus terjadi kejahatan terhadap anak,” ungkap Kabareskrim.

Lanjutnya, eksploitasi anak ini salah satunya dipicu dari keterbukaan teknologi informasi. Ancaman serius eksploitasi anak ini dilakukan melalui jejaring sosial dan online. Pihaknya berusaha meminimalisir melalui Cyber Patrol yang dilakukan Mabes Polri. Selain itu, untuk menekan penyebaran eksploitasi anak melalui media sosial akan dilakukan pelatihan antarinstansi lintas negara.

“Karena kemajuan teknologi informasi salah satu di antaranya adalah sumbangsih yang membuat mungkin kejahatan terhadap anak ini meningkat,” katanya.

Rencananya Polri akan menempatkan Polwan-polwan terlatih menghadapi anak dan ditempatkan hingga tingkat bawah. Perang terhadap predator seksual juga akan diwujudkan lewat kampanye kejahatan seksual anak.

Sementara itu National Manager Crime Operation AFP Debbie Platz mengungkapkan, modus mengunjungi objek wisata para pelaku kejahatan seksual sebenarnya melakukan tour sex. Sejauh ini Kepolisian Federal Australia sudah menolak hampir 1.400 orang yang ada indikasi tersebut. Pihaknya juga sudah bekerja sama dengan imigrasi untuk mencekal orang yang sudah ada dalam daftar. (vita)

(way)