SOLO, solotrust.com - Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Surakarta melakukan penyitaan terhadap aset wajib pajak di Karanganyar pada Senin, 14 Februari 2022.
Kepala KPP Madya Surakarta Guntur Wijaya Edi mengungkapkan pelaksanaan sita dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian dan Penagihan (P3), Juru Sita Pajak Negara (JPSN).
"Wajib pajak yang berinisial PT XX menunggak pajak sekitar Rp 1,6 miliar. Aset yang disita adalah satu unit truk. Pelaksanaan sita bertempat di kantor perusahaan tersebut," ungkap Kepala KPP Madya Surakarta Guntur Wijaya Edi dalam keterangan pers, Rabu (23/2).
Guntur menjelaskan bahwa penyitaan yang dilakukan KPP Madya Surakarta ini sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan prosedur penyitaan ini mengacu Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Kendati demikian, Guntur menyampaikan bahwa sebenarnya pihaknya selalu mengutamakan tindakan penagihan secara persuasif kepada wajib pajak sebelum melakukan tindakan.
"Kami selalu mendorong wajib pajak untuk patuh dengan pendekatan persuasif, tetapi jika belum berhasil maka kami akan melakukan penagihan aktif, di antaranya penagihan semacam ini," jelas Guntur.
Pihaknya mengimbau bagi para penunggak pajak, terutama perusahaan yang memiliki nilai utang di atas Rp 100 juta, agar segera melunasi utangnya sebelum dilakukan hard collection atau penagihan secara aktif.
Sebagai informasi tambahan, proses penagihan pajak ada dua jenis, penagihan pajak aktif dan pasif. Penagihan pajak pasif artinya DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang lebih besar.
Dalam penagihan pasif, JSPN memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam satu bulan sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka DKP akan melakukan tindakan penagihan aktif atau hard collection.
Guntur mengingatkan, tindakan hard collection oleh KPP bisa berdampak negatif pada nama dan citra perusahaan sebagai wajib pajak. Penyitaan dilakukan lantaran wajib pajak tidak dapat melunasi tagihan pajak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
"Dengan dilakukan tindakan penagihan aktif ini diharapkan wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya seusai ketentuan yang berlaku," pungkas Guntur. (rum)
(zend)