Hard News

Guru Besar UGM Beberkan Potensi Pewarna Alami Nusantara

Nasional

17 Mei 2022 12:15 WIB

Pewarna alami yang diproduksi UGM. (Foto: Dok. Humas UGM)

Solotrust.com - Prof. Edia Rahayuningsih, yang dikukuhkan sebagai Guru Besar pada bidang Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM, Selasa (10/5) di Balai Senat UGM, membeberkan potensi pewarna alami nusantara dalam pidato pengukuhannya.

Dalam laman siaran pers resmi UGM Rabu (11/5), Prof. Edia menyampaikan pidato berjudul "Menghidupkan Kembali (Revival) Pewarna Alami Nusantara Untuk Membangun Kedaulatan Bangsa Dalam Pewarna Alami".



Edia menjelaskan pewarna alami telah digunakan sejak awal peradaban manusia. Saat ini pewarna alami kembali banyak digunakan di industri makanan, fashion, tekstil, farmasi, kosmetik dan kesehatan.

Pewarna alami disukai karena keunggulannya, antara lain aman, renewable (dapat diperbarui-red) dan biodegradable (dapat diurai-red). Terlebih pewarna alami sesuai dengan semboyan yang sedang digaungkan di ranah global seperti go back to nature, slow fashion, go green, dan eco green.

Researchandmarket.com (2019) melaporkan pasar pewarna alami global diperkirakan akan menghasilkan pendapatan sekitar US$5 milyar pada tahun 2024, tumbuh rata-rata per tahun sekitar 11persen selama 2018-2024.

Meningkatnya perhatian publik terhadap pewarna alami dan adanya peraturan pemerintah yang ketat tentang lingkungan dan polusi mendorong penggunaan pewarna alami di pasar global.

Di Amerika Utara, gelombang peningkatan jumlah konsumen yang sadar lingkungan telah mengarah pada penerapan pewarna alami dalam pakaian, makanan, minuman, produk kecantikan, kesehatan & kebugaran, dan produk obat-obatan.

Melihat perkembagan permintaan pasar global yang pesat, Edia menyebutkan produsen tradisional tidak mungkin akan bisa menjangkau pasar global. Sejumlah terobosan inovasi dalam produksi dan rantai pasok diperlukan untuk bisa membawa produk pewarna alami sampai di pasar global. Di samping itu, kebijakan untuk mengarusutamakan penggunaan pewarna alami juga diperlukan untuk mendorong tumbuhnya pasar di dalam negeri.

"Saat ini pemenuhan kebutuhan zat warna untuk industri tekstil di Indonesia sebagian besar masih mengandalkan impor. Data Badan Pusat Statistik tahun 2021, rerata impor zat warna sintetik selama 5 tahun terakhir mencapai lebih dari 42.000 ton/tahun," paparnya.

Sementara di sisi lain, Indonesia memiliki budaya warisan adiluhung penggunaan pewarna alami yang aman dan senyawa yang terkandung bermanfaat bagi tubuh.

Selain itu, Indonesia memiliki kekayaan alam dan biodiversitas yang merupakan bahan baku pembuat zat warna alami, sehingga Indonesia pernah sebagai penghasil pewarna alami blue indigo terbesar di pasar dunia pada saat penjajahan Belanda dari tahun 1602 sampai 1942.

Untuk saat ini, kurang lebih ada 150 jenis pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi.

"Sumber bahan baku pewarna alami di Indonesia luar biasa melimpah. Namun begitu, saat ini pemanfaatannya masih sangat terbatas hanya oleh beberapa pengrajin batik, jumputan, ulos, tenun, dan kerajinan lainnya," ungkap ketua Indonesia Natural Dye Institute (INDI) UGM ini.

Edia mengatakan Indonesia memiliki potensi, prospek, dan peluang pewarna alami yang sangat besar. Namun, pada kenyataanya kondisi yang ada kontras dengan produksi dan aplikasi pewarna alami di Indonesia.

"Apabila mendengar kata pewarna alami biasanya yang muncul dalam benak kita berkaitan dengan tradisional, sederhana, kecil, berkualitas rendah, tidak praktis, sulit diperoleh, dan sebagainya," katanya.

Lebih lanjut, Edia menyampaikan banyak tantangan hilirisasi hasil penelitian menjadi produk komersial dan teraplikasikan dalam masyarakat. Kondisi ini sering diilustrasikan dengan adanya "valley of death" (lembah kematian) yang memisahkan antara hasil penelitian dan produk komersil. Untuk menyeberangi "lembah kematian" tersebut diperlukan kerjasama mutualistik dari berbagai pihak, yaitu akademisi, komunitas wirausaha, pengusaha, dan pemerintah.

Selain empat elemen tersebut, pada saat ini keberadaan media juga sangat berperan dalam usaha hilirisasi hasil penelitian menjadi produk komersial.

Untuk menghidupkan lagi pewarna alami, UGM mendirikan Institut Pewarna Alami Indonesia atau Indonesia Natural Dye Institute Universitas Gadjah Mada yang selanjutnya disebut dengan INDI-UGM merupakan grup riset multidisiplin dalam bidang pewarna alami di UGM.

Beberapa penelitan telah dilakukan sejak tahun 2003 yakni budi daya tanaman, teknologi produksi, teknologi aplikasi pewarnaan, ekonomi, sosial, dan budaya.

Pada tahun 2021 INDI UGM memantapkan kelembagaanya dengan menjadi Pusat Unggulan IPTEKS Perguruan Tinggi Orientasi Produk (PUI-PTOP) Pewarna Alami di Indonesia. (Lin)

(zend)