JAKARTA, solotrust.com - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak mengeluarkan Perppu terkait Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Namun dijelaskannya, sekalipun presiden akhirnya tak meneken alias menandatangani, UU MD3 tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945.
“Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 menyebutkan, jika RUU yang telah disetujui DPR dan pemerintah tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, maka RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan,” jelas Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/03/2018), dilansir dari laman resmi DPR RI, dpr.go.id.
Bagi masyarakat yang tidak setuju dengan berlakunya UU MD3, ia mempersilakan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sistem ketatanegaraan Indonesia telah memberikan ruang bagi siapapun yang ingin melakukan gugatan karena tidak setuju atas aturan hukum ditetapkan.
“Judicial review adalah langkah yang sangat konstitusional. Daripada melakukan demonstrasi maupun menyebarkan fitnah, lebih baik yang tidak setuju bisa melakukan judicial review ke MK. Apapun nantinya putusan MK, DPR siap melaksanakannya. DPR adalah petugas rakyat. Kita taat hukum dan taat azas,” tegas Bambang Soesatyo.
Lebih lanjut pihaknya mengajak masyarakat tetap aktif mengawasi DPR. Berbagai kritik, saran dan masukan masyarakat sangat diperlukan agar DPR senantiasa bisa meningkatkan kinerjanya.
“Anggota DPR RI lahir dari rahim perjuangan reformasi. Begitupun dengan pemegang kekuasaan di tingkat eksekutif. Karena itu, sangat tidak mungkin UU MD3 yang dihasilkan oleh DPR dan pemerintah malah mengkhianati cita-cita luhur menegakkan demokrasi yang beradab dan berkeadilan,” pungkas Bambang Soesatyo.
UU MD3 sendiri memuat sejumlah pasal dinilai kontroversial. Salah satunya pasal antikritik DPR yang dapat membuat seseorang dipidana atau diproses hukum karena mengkritik anggota legislatif. Pasal 122 huruf k di revisi UU MD3 secara implisit menyatakan pengkritik DPR bisa dipidana.
(and)