Hard News

Ajak Peduli Lingkungan, Riset Grup Komunikasi Publik FISIP UNS Gelar Workshop Pilah Sampah dari Rumah

Jateng & DIY

25 Agustus 2022 16:40 WIB

Workshop PIlah Sampah dari Rumah, Kamis (25/8). (Foto: Dok. SOlotrust.com/riz)

SOLO, solotrust.com – Menyoroti kurangnya kesadaran masyarakat yang masih rendah soal volume sampah yang makin meningkat, Kelompok Riset Grup Komunikasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Solo mengajak anak muda dan ibu rumah tangga memilah sampah dari rumah.

Dalam Workshop Pilah Sampah dari Rumah, Kamis (25/8), masyarakat diajak untuk bisa mengolah sampah menjadi produk tambah lingkungan. Hal tersebut dinilai bisa mengurangi beban sampah yang ada di Kota Solo.



Hadir sebagai pembicara, aktivis pengelolaan sampah rumah tangga dari Rapel Indonesia, Harmani Widyastuti dan aktivis pengelolaan sampah kosmetik dari Lyfe with Less, Aisha Rheavashti.

Dalam sesi pertama workshop ini, Harmani Widiyastuti selaku koordinator dari Rapel Soloraya menjelaskan volume sampah yang semakin tinggi mestinya mendapat kepedulian dari seluruh masyarakat.

Pihaknya memberi edukasi cara memilah sampah rumah tangga yang sangat beraneka ragam, mulai dari plastik, botol beling, kertas, logam, hingga minyak jelantah. Produksi masif hasil sampah rumah tangga harus disertai dengan gerakan kepedulian.

"Mulai dari kita yang kecil-kecil dulu mencoba memilah sampah. Banyak sekali kategori sampah, seperti plastik sampai minyak jelantah. Selain memilah kemudian dijual untuk diolah, itu juga termasuk gerakan minim sampah," papar Harmani.

Menurutnya, bila merasa sulit untuk memilah sampah ke dalam kategori-katergorinya yang begitu kompleks, gerakan pilah sampah dari rumah bisa dimulai dari pemisahan sampah organik dan anorganik.

Kemudian pada sesi kedua, Aisha Rheavashti, aktivis yang bergerak di Lyfe with Less Jawa Tengah mengajak audiens yang hadir untuk lebih bijak mengkonsumsi produk kosmetik, sehingga produk yang digunakan dapat dimaksimalkan sampai habis.

"Skinimalism, less product, more effective, and sustainable (Skinimalisme, lebih sedikit produk, lebih efektif, dan berkelanjutan-red) menjadi langkah untuk mengawali rutinitas kecantikan yang sederhana dan mudah," ungkap Aisha.

Ia mengajak masyarakat, terutama perempuan untuk kembali mengingat produk kosmetik yang telah dibeli, namun sering tak terpakai.

Menurutnya, budaya tak ingin ketinggalan dengan tren produk kecantikan menjadi salah satu momok permasalahan produksi sampah.

Tren kecantikan yang sering menjadi strategi pemasaran produsen kosmetik membuat masyarakat tak ingin ketinggalan produk kosmetik musiman. Sering kali produk kosmetik baru, datang dengan tawaran diskon untuk menarik pelanggan.

Alhasil masyarakat sering “tak sengaja” membeli produk kosmetik yang sebenarnya tak diperlukan. Terkadang produk yang tak cocok pada kulit pun tak luput harus berakhir di tempat sampah.

Padahal hampir 50 persen sampah plastik di dunia berasal dari kemasan kosmetik. Dari 120 miliar kosmetik yang diproduksi secara global, sebanyak 79 persen sampah berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dan 12 persen dibakar, sementara hanya 9 persen sampah masuk dalam proses daur ulang.

Selain mengajak hemat dalam memproduksi sampah dari kosmetik, Lyfe with Less juga mengajak audiens cermat dan mendukung merek-merek kosmetik yang secara aktif menggalakkan isu kepedulian lingkungan. (riz)

(zend)