Solotrust.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi periode Agustus-September 2023 menjadi momen puncak terjadinya El Nino. Bahkan sejak awal Juli, fenomena alam ini sudah mulai terasa.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengingatkan semua pihak bersiap terkait dampak fenomena El Nino yang mulai terasa.
Apa itu El Nino?
Apa sejatinya El Nino itu? Perlu diketahui, El Nino adalah salah satu fenomena terkait suhu muka laut (SML) yang terjadi di Samudra Pasifik. Fenomena El Nino mampu memicu cuaca di wilayah terdampak, termasuk wilayah Indonesia.
Indonesia yang merupakan negara beriklim tropis hanya mengalami dua musim, yakni penghujan dan kemarau. Idealnya, musim kemarau di Indonesia dimulai pada April hingga Oktober, namun terkadang bisa berubah atau bergeser.
Faktor memengaruhi waktu musim kemarau di Indonesia salah satunya fenomena El Nino. Tahun ini diprediksi El Nino terjadi di Indonesia hingga menyebabkan musim kemarau kering.
Pada saat terjadi El Nino, daerah pertumbuhan awan bergeser dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik bagian tengah sehingga menyebabkan berkurangnya curah hujan di Indonesia.
Sekadar informasi, istilah El Nino berasal dari Bahasa Spanyol, artinya "anak laki-laki". El Nino awalnya digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke Selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang Natal.
Kondisi yang muncul berabad-abad lalu ini dinamai para nelayan Peru sebagai El Nino de Navidad, disamakan dengan nama Kristus yang baru lahir.
Cara mengantisipasi dampak negatif El Nino
Bagaimana cara mengantisipasi dampak negatif El Nino? Antisipasi yang dapat dilakukan dengan cara pembangunan waduk cadangan air saat kemarau panjang untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Selain itu masyarakat juga harus mengantisipasi dengan menghemat air, mendaur ulang air, dan menyimpan air dengan sumur resapan saat musim hujan. (Arum)
*) Sumber: BMKG
(and_)