SOLO, solotrust.com - Solo dikenal sebagai salah satu kota budaya di Indonesia dengan berbagai kegiatan seni, budaya, dan literasi yang berkembang. Salah satu daya tarik kota ini adalah keberadaan taman buku, sebuah tempat menjadi rumah bagi berbagai macam buku, baik baru maupun bekas yang dapat dinikmati para pencinta literasi.
Sayangnya, belakangan ini, taman buku di Solo mengalami penurunan signifikan dalam hal jumlah pengunjung dan minat pembaca, memunculkan tantangan baru bagi penjual buku dan pelaku industri literasi lokal.
Salah satu fenomena terlihat jelas adalah penurunan minat pembaca terhadap buku cetak. Di era digital semakin maju, banyak orang lebih memilih membaca buku secara daring (e-book) atau mencari informasi melalui media sosial dan internet. Kemudahan akses informasi secara online membuat banyak orang menganggap buku cetak sebagai barang kurang praktis, apalagi dengan harga lebih tinggi dibandingkan versi digitalnya.
Hal ini diakui salah seorang penjual buku di Taman Buku dan Majalah Alun-alun Keraton Surakarta, Sri Wahyuni. Menurutnya, saat ini jumlah pembeli sudah banyak berkurang lantaran orang lebih suka membaca dari handphone (HP).
"Ya kalau sekarang lebih sedikit yang beli, soalnya orang-orang cenderung lihat HP saja," ucapnya, saat ditemui solotrust.com, Senin (20/01/2025).
Selain itu, gaya hidup masyarakat semakin sibuk dan serba cepat juga turut memengaruhi kebiasaan membaca. Waktu luang semakin terbatas membuat pembaca lebih memilih hiburan yang lebih cepat, seperti menonton video atau bermain gim daripada membaca buku. Hal ini menyebabkan pengunjung taman buku di Solo menjadi semakin sedikit.
Di sebagian besar taman buku di Kota Bengawan, buku-buku yang dijual bervariasi, mulai dari buku baru hingga bekas. Buku bekas sering kali lebih terjangkau menjadi daya tarik tersendiri bagi pembeli yang ingin mendapatkan buku dengan harga lebih murah.
Kendati buku-buku bekas memiliki harga lebih bersahabat, banyak pembeli kini kurang tertarik karena mereka lebih memilih membeli buku digital atau mencari buku dengan tema lebih sesuai dengan tren saat ini.
Seorang pengunjung, Yahya mengaku datang ke Taman Buku dan Majalah Alun-alun Keraton Surakarta lantaran ada tugas dari kampus. Ia sendiri sejatinya lebih suka membaca lewat handphone ketimbang harus membeli buku.
"Kalau saya pribadi sih ke sini karena mau nyari buku yang disuruh kampus saya beli. Saya coba membandingkan dulu mana yang lebih murah, sebenernya kalau membaca sih saya lebih suka lewat HP, tapi karena disuruh dosen, jadi saya mau nggak mau harus nyari,” kata dia.
Sementara itu, buku-buku baru dijual di taman buku cenderung memiliki harga lebih tinggi. Hal ini tentu saja menjadi kendala bagi sebagian orang yang ingin berbelanja dengan anggaran terbatas. Penjual buku di Solo sering kali harus bersaing dengan toko buku online yang menawarkan harga lebih kompetitif dan kemudahan dalam proses pembelian.
Selain penurunan minat pembaca, tantangan lain dihadapi taman buku di Kota Solo adalah banyaknya penjual buku memutuskan untuk tutup atau beralih profesi. Sebagian dari mereka memilih kembali bergabung dengan keluarga di rumah atau beralih ke pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Keputusan ini diambil karena sulitnya bertahan dalam bisnis buku yang tak lagi mampu memberikan penghasilan stabil.
Penurunan pengunjung dan pembeli juga berkontribusi pada kondisi ini. Beberapa penjual buku sudah lama menggeluti usaha ini merasa bisnis mereka tak lagi menguntungkan, sehingga memilih menjalani kehidupan lebih tenang di luar dunia literasi.
Kendati menghadapi berbagai tantangan, taman buku di Solo tetap memiliki potensi untuk berkembang. Salah satu kuncinya adalah bagaimana menghadirkan pengalaman lebih menarik bagi pengunjung.
Penjual buku dapat mengadakan berbagai acara seperti peluncuran buku, diskusi literasi, atau workshop menulis yang dapat menarik minat pembaca baru. Selain itu, penggabungan antara buku fisik dan digital juga bisa menjadi solusi untuk merangkul pasar lebih luas.
Adanya pemanfaatan teknologi, taman buku dapat menjual buku secara online, menjangkau pembaca dari luar kota atau bahkan luar negeri. Kolaborasi dengan komunitas literasi, sekolah, dan universitas di Solo juga dapat meningkatkan kehadiran taman buku sebagai pusat kegiatan literasi di kota ini.
Pada akhirnya, taman buku di Solo perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman agar tetap relevan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan perubahan preferensi pembaca. Adanya inovasi dan kreativitas, taman buku ini tetap dapat menjadi tempat menarik bagi para pecinta buku dan pelaku industri literasi di Kota Solo.
*) Reporter: Ghaitsaova/Fathan Prabaswara/Ahmad Zaqi/Muhammad Alif
(and_)