SOLO, solotrust.com - Himpunan Ratna Busana Surakarta mengajak para perempuan Indonesia untuk mengenakan kebaya sebagai jati diri. Kebaya dinilai bukan hanya sekadar penutup diri, namun juga mengatur perilaku.
Wakil Ketua Himpunan Ratna Busana Surakarta, RAy Febri Hapsari Dipokusumo berharap dengan berkebaya, perempuan Indonesia akan memiliki ciri khas. Terlebih, kebaya banyak sekali macamnya dan bisa disesuaikan dengan penampilan.
"Ada Kutubaru, kebaya Kartini, kebaya encim, ada juga kebaya yang sekarang lagi populer disebut kebaya Janggan atau gulon, dipopulerkan di film Gadis Kretek," urainya, Senin (04/08/2025).
Menurut Febri Hapsari Dipokusumo, Janggan sebenarnya merupakan kebaya yang ada di keratin, digunakan para priyantun dalem (kerabat keraton). Kebaya Janggan dipopulerkan melalui film dan saat ini banyak dikenakam wanita berhijab karena menutup leher.
"Nah, kebaya-kebaya ini kan ada juga yang berkembang, satu lagi adalah kebaya labuh dari Pekanbaru Riau, modelnya longgar," tambahnya.
Febri Hapsari Dipokusumo berharap Himpunan Ratna Busana Surakarta bisa menginspirasi perempuan di Kota Solo dan sekitarnya untuk senang berkebaya kembali. Dengan begitu bisa mengangkat citra diri perempuan Indonesia dan menjadi ciri khas dalam setiap penampilannya.
"Menurut saya akan sangat bagus karena kalau kita lihat perempuan berkimono, pasti kita akan bilang perempuan Jepang. Kita lihat perempuan menggunakan Sari, pasti kita akan bilang perempuan India. Hanbok perempuan Korea, Indonesia ini yang mana?" katanya lagi.
Salah satu upaya dilakukan Himpunan Ratna Busana Surakarta untuk mengenalkan kebaya kepada generasi muda adalah melalui peringatan Hari Kebaya Nasional pada 26 Juli lalu. Tahun ini merupakan kali kedua peringatan Hari Kebaya Nasional. Himpunan Ratna Busana Surakarta menjadi satu dari 12 tim nasional yang mengusulkan Hari Kebaya Nasional hingga ditetapkan Kepres Nomor 19 Tahun 2023.
"Kami mengadakan Sore Berkebaya dan Pasar Seni UMKM. Harapan kami semoga dengan ditetapkannya Kepres Hari Berkebaya Nasional itu juga menggeliatkan ekonomi, menghidupkan teman-teman UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah)," ucap Febri Hapsari Dipokusumo.
Di kegiatan tersebut juga diisi dengam edukasi aneka macam kebaya dan penggunaannya seperti apa. Selain itu juga mengenalkan berbagai macam kebaya, salah satunya kebaya Noni dari Sulawesi Utara yang dipengaruhi Belanda.
"Semoga ke depan di Solo tidak hanya ASN (Aparatur Sipil Negara), tapi anak sekolah setiap hari tertentu berkebaya. Mungkin paling tidak sebulan sekali ya, mungkin itu kan bisa menghidupi juga teman-teman pengrajin," pungkas Febri Hapsari Dipokusumo. (add)
(and_)