Serba serbi

Begini Alur Rujukan dalam JKN, Mengapa Harus Dimulai dari FKTP?

Kesehatan

17 September 2025 14:36 WIB

Seorang warga sedang mengakses pelayanan kesehatan. (Foto: bpjs-kesehatan.go.id)

JAKARTA, solotrust.com - Saat sakit, sebagian orang mungkin langsung berpikir untuk pergi ke rumah sakit agar segera ditangani dokter spesialis. Tak jarang orang yang yakin kalau sakit harus langsung datang ke rumah sakit supaya cepat sembuh.

Padahal dalam sistem pelayanan kesehatan program JKN, setiap peserta diwajibkan untuk terlebih dahulu mengakses pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, klinik pratama, atau dokter praktik perorangan, kecuali peserta tersebut dalam kondisi gawat darurat.



Seperti diungkapkan Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Rizzky Anugerah, sistem rujukan berjenjang ini telah diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan. Dijelaskan, pelayanan kesehatan harus diawali dari FKTP, sebelum dapat dirujuk ke rumah sakit atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).

"FKTP berperan sebagai garda terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan. Mereka memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan awal, mendiagnosis, dan mengobati penyakit yang dialami oleh peserta JKN,” terang Rizzky Anugerah, dilansir dari laman bpjs-kesehatan.go.id, Rabu (17/09/2025).

“Di samping itu, FKTP juga bertugas memberikan edukasi dan mendorong promotif maupun preventif. FKTP harus menjadi pihak yang paling mengetahui riwayat kesehatan peserta karena sebetulnya merekalah akses layanan kesehatan paling dekat dengan jangkauan peserta," tambahnya.

Mekanisme rujukan berjenjang dari FKTP ke rumah sakit, bukan untuk mempersulit peserta, melainkan memastikan peserta bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang diberikan tepat sasaran, efisien, dan sesuai kebutuhan medis.

"Rumah sakit memang memiliki sumber daya lebih lengkap, namun apabila semua penyakit harus ditangani di rumah sakit, termasuk penyakit ringan yang sebetulnya bisa dilayani di FKTP, maka bisa terjadi penumpukan pasien. Tenaga medis di rumah sakit semestinya menangani kasus-kasus yang benar-benar membutuhkan penanganan lanjutan, jadi tidak bisa berperan optimal jika waktunya habis untuk menangani penyakit ringan," beber Rizzky Anugerah.

Rujukan ke rumah sakit akan diberikan apabila peserta memang membutuhkan pelayanan spesialistik atau ketika FKTP tidak dapat menangani kondisi pasien akibat keterbatasan fasilitas, peralatan, atau tenaga medis. Rujukan dilakukan berdasarkan indikasi medis, bukan karena permintaan pribadi peserta atau alasan praktis semata.

"Hal ini penting untuk dipahami karena salah satu prinsip utama dalam program JKN adalah memastikan peserta mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medisnya, bukan sekadar keinginan peserta,” jelas Rizzky Anugerah.

“FKTP akan menentukan apakah suatu kondisi dapat ditangani cukup di tingkat pertama atau memang memerlukan penanganan di tingkat lanjutan. Jika dinilai perlu, barulah dokter umum akan memberikan surat rujukan resmi agar peserta bisa mendapatkan pelayanan lebih lanjut dari dokter spesialis di FKRTL," lanjutnya.

Pada FKRTL yang menjadi tujuan rujukan juga memiliki klasifikasi berdasarkan kemampuan dan fasilitas dimilikinya, yakni rumah sakit kelas D, C, B, dan A. Rumah sakit kelas D umumnya memiliki layanan dasar dan terbatas. Sementara kelas A adalah rumah sakit rujukan tertinggi dengan fasilitas dan tenaga medis paling lengkap, termasuk dokter subspesialis dan teknologi kedokteran canggih.

Penempatan rujukan ke rumah sakit pun tidak dilakukan secara sembarangan, namun disesuaikan kebutuhan medis peserta JKN dan kompetensi dari masing-masing rumah sakit. Jika kondisi peserta JKN belum dapat ditangani secara tuntas di rumah sakit sekunder, peserta bisa dirujuk kembali ke rumah sakit tersier untuk mendapatkan penanganan dokter subspesialis.

"Hal ini menunjukkan pemerintah telah membangun sistem pelayanan kesehatan secara bertingkat, terstruktur, dan terpadu agar setiap peserta bisa mendapatkan pelayanan optimal di setiap levelnya," ucap Rizzky Anugerah.

Tak semua rujukan dilakukan secara vertikal dari tingkat bawah ke atas. Ada pula rujukan antarfasilitas kesehatan dalam tingkatan sama. Misalnya, sebuah rumah sakit dapat merujuk ke rumah sakit lain yang memiliki kompetensi medis tertentu (antara lain tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, maupun daya tampung) yang tidak dimiliki rumah sakit perujuk.

"BPJS Kesehatan telah mengembangkan sistem rujukan terintegrasi antarfasilitas kesehatan. Dalam sistem ini, masing-masing telah dipetakan dan diprofilkan berdasarkan kemampuan, sarana prasarana, dan jenis layanan yang tersedia,” kata Rizzky Anugerah.

“Sebagai contoh, jika rumah sakit tersebut tidak memiliki penunjang medis dalam menangani peserta JKN, maka dapat dirujuk ke rumah sakit lain dengan kelas lebih tinggi. Perlu diketahui juga sarana pendukung seperti pengantaran ke rumah sakit lain menggunakan mobil ambulans ini juga dijamin oleh program JKN sesuai dengan indikasi medis," sambungnya.

Sistem rujukan berjenjang ini bukan hanya soal alur administratif, namun bagian dari upaya pemerintah mewujudkan pelayanan kesehatan adil, berkualitas, dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan alur telah diatur sedemikian rupa, Rizzky Anugerah berharap peserta JKN mendapatkan pelayanan tepat, di tempat tepat, dan oleh tenaga medis sesuai kompetensinya.

(and_)