SUKOHARJO, solotrust.com - Sanggar Tari Bale Rakyat Aria Bima terus menjadi ruang pengabdian bagi pelestarian budaya, khususnya seni tari tradisional Jawa.
Guru pembimbing tari di sanggar ini, Natalia Wijaya, menceritakan Sanggar Tari Bale Rakyat Aria Bima awalnya berdiri karena keprihatinan atas kurangnya wadah seni tari di wilayah Sukoharjo.
“Dulu di sini belum banyak sanggar tari, padahal anak-anak butuh ruang untuk bergerak, berkegiatan, tidak hanya duduk terpaku pada gadget,” ungkapnya kepada solotrust.com, baru-baru ini.
Keberadaan Sanggar Tari Bale Rakyat Aria Bima yang sudah berdiri selama kurang lebih 15 tahun disambut baik masyarakat. Banyak orangtua merespons positif lantaran melihat perubahan positif pada anak-anak mereka yang menjadi lebih aktif dan mencintai budaya sejak dini.
Menariknya, sanggar ini bersifat terbuka dan gratis. Setiap anak bisa belajar tanpa harus membayar biaya sepeser pun. Komitmen untuk memberikan akses merata kepada siapa saja menjadi nilai dipegang kuat para pengelola sanggar sejak awal berdiri.
Salah satu kegiatan utama di Sanggar Bale Rakyat adalah latihan tari rutin setiap Selasa dan Kamis. Kegiatan ini awalnya digagas almarhumah Tias, seorang penggerak seni yang memiliki dedikasi tinggi dalam dunia tari.
Kendati Tias telah tiada, semangatnya terus hidup dalam setiap gerak dan langkah para penari muda yang berlatih penuh semangat. Kehadiran latihan berkala ini menambah keragaman aktivitas seni yang ada di sanggar, menjadikannya pusat kehidupan budaya dinamis.
Terkait materi tari, Natalia Wijaya menjelaskan, setiap semester Sanggar Tari Bale Rakyat Aria Bima mengajarkan jenis tari berbeda, disusun secara bergantian antara tari kreasi baru dan tari klasik.
Sistem ini bertujuan agar anak-anak mendapatkan wawasan seimbang antara bentuk-bentuk tari tradisi penuh pakem dan kreasi baru lebih ekspresif. Metode bergantian ini juga membuat anak-anak tidak cepat bosan dan tetap semangat mengikuti latihan.
Lebih jauh, Sanggar Tari Bale Rakyat Aria Bima juga sangat aktif dalam pelestarian tari tradisional, terutama di tengah kuatnya pengaruh budaya luar negeri terhadap anak-anak dan remaja saat ini.
“Kami ingin anak-anak mencintai budaya kita sendiri. Jangan sampai budaya luar membuat mereka lupa akan akar mereka. Anak kecil sampai anak kuliah pun kami rangkul agar semangat melestarikan budaya tetap hidup,” ujar Natalia Wijaya penuh harap.
Saat ditanya tentang tantangan dalam menjalani kegiatan di sanggar, Natalia Wijaya dengan tenang mengatakan, ia tak merasakannya sebagai beban.
“Kalau kita bekerja dengan rasa suka dan cinta, semua itu akan mengalir begitu saja. Tidak ada yang terasa berat,” ungkapnya dengan tulus.
Bagi Natalia Wijaya, setiap proses dalam mendampingi anak-anak adalah bagian dari pengabdian, bukan kewajiban yang membebani.
Harapan Natalia Wijaya ke depan, Sanggar Tari Bale Rakyat Aria Bima dapat semakin berkembang serta menjangkau lebih banyak anak-anak di Sukoharjo dan sekitarnya. Ia ingin semakin banyak generasi muda mencintai tari daerah dan mau menjadi bagian dari pelestarian budaya bangsa.
“Semoga sanggar ini tidak hanya berhenti di titik ini, tapi terus berjalan selamanya. Selama kita punya niat dan cinta, budaya kita akan terus hidup,” tutup Natalia Wijaya.
Sanggar Tari Bale Rakyat Aria Bima menjadi bukti nyata seni dan budaya tak akan punah selama masih ada yang dengan tulus merawat dan meneruskannya dari generasi ke generasi.
*) Reporter: Masheda Raihan Pramudya/Meylina Nur Cahyatri
(and_)