Ekonomi & Bisnis

Kios Buku di Belakang Sriwedari, dari Surganya Para Pecinta Buku Kini Nasibnya Bikin Pilu

Ekonomi & Bisnis

23 September 2025 10:41 WIB

Seorang pemilik kios buku di belakang Sriwedari (Busri) tengah melayani pembeli. (Foto: Dok. solotrust.com/Nur Indah Setyaningrum)

SOLO, solotrust.com - Kios buku di belakang Sriwedari, dulunya merupakan surga bagi para pecinta buku. Khususnya buku-buku bekas yang dijual dengan harga relatif lebih murah dibanding toko buku lainnya.

Banyak masyarakat Solo menjadikan tempat ini sebagai tujuan untuk mencari buku berkualitas dengan harga sesuai kantong. Deretan kios di sepanjang jalan belakang Sriwedari pernah menjadi bukti tempat ini sempat jaya dan membantu meningkatkan roda perekonomian masyarakat Kota Bengawan.



Namun roda kehidupan selalu berputar. Jika dulunya sangat ramai pengunjung setiap harinya, kini deretan kios buku di belakang Sriwedari harus menelan kenyataan pahit, masyarakat sudah meninggalkannya.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kios buku yang tutup di sepanjang jalan di belakang Sriwedari. Sementara kios yang masih buka pun terlihat sangat sepi pembeli.

Beberapa kios buku pun kini telah beralih fungsi menjadi tempat-tempat percetakan, bengkel, tempat cukur, dan tak sedikit pula digunakan untuk berjualan makanan serta minuman. Semua itu terpaksa dilakukan para pemilik kios demi terus melanjutkan hidup di tengah sulitnya ekonomi saat ini.

Hal ini seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Kota Solo, mengingat banyak pedagang menggantungkan nasibnya dari berjualan buku di sana. Seperti perbaikan palang, toilet yang harus dijaga kebersihannya, serta revitalisasi kios-kios buku agar lebih menarik pengunjung.

Tak hanya dari pemerintah Kota Solo, kios-kios ini juga perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk para pegiat media sosial agar masyarakat tidak lupa kalau di belakang Sriwedari pernah ada pusat buku murah.

Menurut salah seorang pedagang buku di belakang Sriwedari, Abdul Azis, setelah adanya pergantian kurikulum dari pemerintah, aktivitas penjualan buku di tempat ini terus mengalami penurunan. Ditambah lagi pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu membuat para pedagang semakin terpuruk.

“Dulu ramai sekali, bahkan tukang parkir saja sehari bisa dapat sekitar Rp100 ribu sampai Rp200 ribu. Penjualan buku kalau dibandingkan sama sekarang jauh sekali, apalagi setelah pandemic Covid-19, kurikulumnya juga gonta-ganti. Kalau kurikulumnya sama, kami bisa pesan buku dari jauh-jauh hari, tapi sekarang mana berani kami pesan buku kayak gitu,” kata Abdul Azis saat ditemui solotrust.com di kiosnya, Senin (22/09/2025).

Ia juga bilang, dirinya harus mengalami nasib sama dengan para pedagang lainnya dan lebih memilih berjualan buku yang banyak dicari kalangan pondok pesantren.

“Sekarang saya sudah nggak banyak stok buku pelajaran sekolah karena kurikulumnya mempersulit kami yang pedagang di bawah gini. Kebijakan pemerintah nyatanya tidak memerhatikan kami yang berjualan kayak gini,” keluh Abdul Azis.

“Jadi, sekarang saya lebih fokus buat jualan buku-buku anak pondok pesantren, soalnya kan kalau di pondok bukunya yang dipakai ya sudah gitu-gitu aja, jadi lebih nggak berisiko.” sambungnya.

Sementara itu, salah seorang pengunjung, Farid mengaku dirinya tertarik berburu buku di belakang Sriwedari lantaran harganya relatif lebih murah dibanding tempat lain,

“Cari novel aja sih karena di sini kan biasanya harganya lebih murah ya,” ucapnya.

*) Reporter: Miftah Nur Faizin/Mochammad

(and_)