SOLO, solotrust.com- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah membeberkan alasan pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) 20/2018.
Seperti disampaikan Staf Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 1 Surakarta, BKSDA Jateng, Joko Triyono, bahwa terbitnya regulasi Peraturan menteri LHK 20/2018 tentang peralihan dan peraturannya akan dilanjutkan dengan pelaksanaan teknis oleh Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE).
"Selain agar masyarakat melaporkan data kepemilikan kepada kantor BKSDA terdekat atau ke kantor seksi. Permen itu diturunkan sebagai antisipasi beberapa jenis satwa di alam yang sudah mulai punah, hal itu sudah diamati sejak lama, jadi bukan tanpa dasar Kementerian LHK menerbitkan regulasi itu," katanya kepada wartawan Selasa (28/8/2018)
Sedangkan, penetapan peraturan menteri juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait, seperti BKSDA, KSDAE, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan LSM terkait.
"Jadi bukan keputusan dari Kementerian LHK sendiri," ungkapnya.
Seperti diberitakan, peraturan menteri P20/2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentang tumbuhan dan satwa yang dilindungi mendapat penentangan dari sejumlah kelompok penghobi dan pedagang burung kicau.
Adapun beberapa di antaranya adalah burung kicau meliputi Kucica Hutan (Murai Batu), Kenari Melayu (Chrysocorythus estherae), Kacamata Jawa alias Pleci (Zosterops flavus), Opior Jawa (Heleia javanica), dan Gelatik Jawa (Lonchura oryzivora), Cucak Rowo dan Jalak Suren.
Pasalnya, aturan itu dinilai akan berimbas pada sektor perekonomian industri penunjang, yang berputar dari mulai dari pengrajin sangkar burung, aksesoris, hingga bisnis pakan burung. Selain itu, penghobi burung kicau menganggap langkah mereka menangkarkan burung di rumah agar menjaga populasi burung kicau. (adr)
(wd)