SOLO, solotrust.com- Simposium dalam rangkaian kongres ke-IV dan Satu Dasawarsa Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) berlangsung di Solo Paragon Hotel, Kamis (25/10/2018). Dalam acara itu dihadiri sejumlah pejabat pusat dan daerah.
Pada kesempatan itu, Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) Bidang Hubungan Antar Lembaga, Lutfiel Annam Achmad mewakili Menteri PUPR sebagai Keynote Speech mengemukakan tantangan dan hambatan pengembangan Jaringan Kota Pusaka Indonesia
"Selain banyaknya bangunan cagar budaya kepemilikan pribadi, juga masih banyak daerah yang belum membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) di masing-masing kabupaten/kota," ujar dia
Merujuk amanat undang-undang dalam mengelola warisan budaya atau pusaka telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya secara jelas mengatur tentang perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.
Selain itu UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanatkan bahwa bangunan gedung cagar budaya harus dilindungi dan dilestarikan. Dan UU Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang juga menegaskan pentingnya memperhatikan nilai budaya yang berkembang di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang.
“Kegiatan pelestarian nilai sosial budaya kota dipahami sebagai sesuatu yang bersifat dinamis dan bertujuan untuk mewujudkan ruang kota yang aman, nyaman dan produktif, dan berkelanjutan,” kata dia.
Menurutnya, kota tidak hanya menjadi mesin ekonomi melainkan juga harus menjadi atmosfir yang baik bagi kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur dan sejarah yang membentuk karakter kota.
Sejak 2012, KemenPUPR bersama pemangku kepentingan terkait terus menjalankan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang merupakan anggota JKPI. P3KP ini merupakan platform untuk menyinergikan program lintas sentor baik tingkat pusat maupun daerah melalui penatan dan pelestarian kawasan bersejarah di masing-masing daerah.
"Kemudian pada tahun 2013, diluncurkan piagam Pelestarian Kota Pusaka Indonesia 2013 yang seterusnya dijadikan pegangan dalam P3KP," terang dia.
Ia menambahkan, saat ini P3KP telah diikuti 54 kabupaten/kota yang berkomitmen untuk melestarikan aset pusaka. Dalam tujuh tahun P3KP berjalan, 54 kabupaten/kota tersebut telah menyusun Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) sekaligus menandatangani Piagam Komitmen Pelestarian Kota Pusaka.
“Salah satu yang masih menjadi pekerjaan rumah bersama adalah pembentukan Tim Ahli Bangunan Gedung Cagar Budaya (TABG-CB),” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Bina Penataan Bangunan Kementrian PUPR Iwan Supriyanto menambahkan, Pemerintah memiliki perhatian serius terhadap kota pusaka sebagai aset nasional.
“Kami akan terus berupaya mendorong kapasitas dari pemerintah daerah melalui beberapa kegiatan, untuk meningkatkan kualitas daerah dalam mengelola kota pusaka,” sebut dia.
Baginya, pengembangan kawasan perkotaan perlu difokuskan untuk membangun kota yang berdaya saing menuju kota yang sejahtera berdasarkan kearifan lokal.
Ia mengklaim, banyak aset warisan kota pusaka tidak sepenuhnya milik pemerintah, melainkan milik pribadi atau perseorangan. Kecil kemungkinan aset tersebut di lepas atau di pindah tangankan ke pemerintah sehingga perlu langkah strategis dalam penanganannya, diantaranya keterlibatan dari pihak-pihak lain termasuk juga pendanaan dari luar negeri.
“Tantangan ke depan dibutuhkan kolaborasi bersama kota pusaka untuk menyukseskan project besar ini, untuk itu, pemerintah daerah diminta segera mengidentifikasi pusaka yang dimiliki daerah. Salah satunya dengan membentuk TACB di masing-masing daerah," bebernya.
Pertemuan ini diharapkan dapat memperkaya dan menginspirasi dalam mewujudkan kabupaten dan kota di Indonesia yang berkelanjutan. (adr)
(wd)