SOLO, solotrust.com - Universitas Sebelas Maret (UNS) mendorong United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) untuk mengakui tempe menjadi food cultural heritage dari Indonesia.
Seperti disampaikan Dosen Fakultas Pertanian (FP) UNS, Danar Praseptiangga PhD di sela-sela acara International Workshop on Traditional Fermented Foods 2018 yang diselenggarakan di Fakultas Pertanian UNS, Selasa (6/11/2018).
"Kami ingin mengenalkan makanan tradisional khususnya tempe ke warga negara asing, bahwa sisi fungsional makanan tradisional ini sangat tinggi," kata Danar.
Menurut Danar, bahwa tempe merupakan bahan pangan yang unik. Sehingga pihaknya ingin mempromosikan ke UNESCO bahwa tempe adalah makanan tradisional yang benar-benar asli Indonesia.
Lanjutnya, bahwa negara lain juga ada yang mengembangkan makanan berbasis kedelai seperti tempe. Salah satunya adalah negara Jepang yang membuat nato. Kata dia, meski sama-sama terbuat dari kedelai dan merupakan produk fermentasi, namun nato berbeda dengan tempe.
Sementara itu, Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilmu dan Teknologi Pangan FP UNS, Bambang Sigit Amanto menyampaikan, pihaknya telah mengembangkan riset tempe non-kedelai karena saat ini tingkat impor kedelai masih cukup tinggi yakni sebesar 70 persen.
“Kami mencoba opsi lain untuk tidak menggunakan kedelai. Kami mengembangkan tempe koro pedang. Koro pedang selama ini hanya dibuat sayur. Untuk bijinya belum banyak digunakan. Ternyata bisa dibuat menjadi tempe dan tahu. Hasilnya juga bagus dan produktivitasnya tinggi,” papar Bambang.
Bambang mengklaim tempe koro pedang memiliki kandungan proteinnya lebih tinggi dan lebih crispy saat digoreng. Hanya saja pengolahannya agak sulit karena bentuknya yang besar sehingga perlu dipotong dan dicacah terlebih dahulu.
“Kami juga mengembangkan tempe mlanding bekerjasama dengan mitra UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Wonogiri. Ini membuktikan bahwa tempe tidak hanya dari kedelai saja,” bebernya
Sedangkan Perwakilan Institut Javanologi UNS, Bani Sudardi menyebut keberadaan tempe bisa dikenal di seluruh Indonesia bahkan di seluruh penjuru dunia akibat invensi dari orang Jawa.
“Karena penduduk suku Jawa ini sangat besar. Maka di mana ada orang Jawa, di situ pasti ada tempe. Ketika orang Jawa menemukan kedelai, kemudian dibuat tempe. Dari situ lah tempe dikenal luas,” katanya.
Dengan International Workshop on Traditional Fermented Foods 2018 ini pihaknya berharap bisa memberikan bekal generasi muda, khususnya mahasiswa UNS dan mahasiswa asing yang merupakan mitra UNS terkait pangan fermentasi tradisional.
"Mulai proses produksi, pengolahannya pada usaha mikro kecil dan menengah hingga keamanan pangan juga menjadi hal yang dikaji dan dipelajari," kata Bani. (adr)
(wd)