SOLO, solotrust.com - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan terus melakukan koordinasi dengan para penegak hukum terkait kekerasan seksual yang marak terjadi di dunia maya (cyber).
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Indriyati Suparno, mengatakan sebanyak 22 kasus cyber crime kekerasan terhadap perempuan di dunia maya terdokumentasi dan dilaporkan ke Komisi Nasional Perempuan sepanjang tahun 2017.
"Sekarang ini kami mulai berdialog dan membangun koalisi dengan penegak hukum untuk kasus-kasus kejahatan di dunia maya karena aturan pidana khususnya belum ada," tuturnya usai acara peringatan Hari HAM di Solo, Senin (10/12/2018).
Untuk itu, perlu upaya sinergisitas atau membangun pemahaman hukum terkait perundangan yang lain yang terkait kejahatan kekerasan terhadap perempuan. Misal ketika seseorang mengalami kekerasan seksual di dunia maya, dicari unsur apa saja yang bisa membantu mempidanakan, seperti unsur perdagangan, unsur pornografi, atau unsur transaksi seksual yang lain.
"Sehingga bisa masuk ke PTPPO, UU pornografi atau KUHP. Karena biasanya soal pembuktian dan saksi itu yang sulit untuk kasus di dunia maya," imbuhnya.
Pihaknya juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dengan modus cyber grooming. Cyber grooming salah satunya adalah upaya-upaya untuk mempengaruhi atau memperdaya seseorang untuk mengirimkan foto pribadi kepada orang terdekat, kemudian diviralkan.
"Ini yang terjadi belakangan ini, perempuan atau anak mengirimkan foto pribadinya ke pacar atau orang terdekat, yang kemudian dikirim ke orang lain lalu diviralkan, digunakan untuk konsumsi publik," paparnya.
Untuk kasus seperti ini, kata Indriyati, seharusnya pelaku bisa dijerat dengan UU ITE. Tapi ia menyayangkan UU ITE tidak dibangun dengan perspektif keberpihakan untuk perempuan korban sehingga perlu dikawal. Supaya dengan menggunakan UU ITE untuk menjerat pelaku, tapi korban bisa terlindungi dan tidak ikut kena stigma negatif. (Rum)
(way)