SOLO, solotrust.com – Ratusan umat Islam yang tergabung dalam Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) menggelar aksi protes terkait mosaik yang dianggap menyerupai salib di sekitaran Tugu Pemandengan depan Balai Kota Surakarta, Jalan Jendral Sudirman, Solo, Jumat (18/1/2019) siang. Mereka mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta untuk mengubah desain tersebut agar tidak lagi menyerupai salib.
“Kami minta Pemkot untuk mengevaluasi renovasi Jalan Jendral Sudirman dan mengganti mosaik mirip salib dengan motif lainnya agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan warga,” kata Humas DSKS Endro Sudarsono saat ditemui wartawan di sela aksi unjuk rasa.
Menurut Endro, keresahan warga berawal dari unggahan akun Instagram Dinas Pariwisata @pariwisatasolo kemudian diunggah ulang oleh akun @jelajahsolo. Dari situlah warganet mempersoalkan hal itu dan DSKS menyatakan sikap pada aksi yang digelar usai Salat Jumat tersebut.
Endro menuturkan, pihaknya Kamis (17/1/2019) malam telah berkoordinasi dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), termasuk dihadiri Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membahas terkait usulan-usulan bakal dijadikan seperti apa desain itu ke depannya.
Berdasarkan rekomendasi MUI, FKUB, budayawan, dan Dandim 0735/Surakarta, kata dia, usulannya adalah antara garis persegi dan garis yang memanjang ke selatan akan diputus. Selain itu, bentuk persegi yang terdapat pada sisi-sisi yang mengitari Tugu Pemandengan tidak lagi berbentuk kotak pada ujungnya melainkan diubah berbentuk lancip, agar menegaskan delapan bagian yang mewakili arah mata angin sebagaimana filosofi yang dimaksud.
“Tadi pagi (Jumat, red) kita sosialisasi kepada Pemkot, dan melalui Pak Taufan (Sekretaris Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan selaku perencana) bersedia untuk mengubah, namun tidak bisa saat ini karena pertanggungjawaban proyek harus selesai terlebih dahulu baru ada perubahan,” ujar dia.
Endro berharap Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo bijak menyikapi hal ini dengan menyerap aspirasi warga agar tetap menjaga perasaan umat beragama. Di samping itu, DSKS menganggap Jalan Jenderal Sudirman diambil dari seorang tokoh Muslim, tokoh perang gerilya selayaknya tidak di nodai dengan mosaik yang mirip Salib.
Sementara itu, Ketua MUI Surakarta Subari, turut hadir dan menjadi penengah antara pengunjuk rasa dengan Pemkot. Ia naik di atas mobil komando sembari menekankan bahwa desain penataan koridor Jensud bukanlah simbol salib, namun delapan arah mata angin.
Selain itu, desainer motif itu juga merupakan seorang muslim. Untuk melegakan pengunjuk rasa, Subari menyampaikan akan dilakukan perubahan pada pola penataan itu setelah dilakukan pertemuan dari berbagai belah pihak.
“Itu kan delapan arah mata angin namun mungkin kurang jelas, nanti akan diperjelas sisi-sisi lainnya, kemudian ujungnya dibuat lancip seperti arah mata angin,” jelasnya.
Bersamaan dengan aksi tersebut terlihat sejumlah pekerja yang diketahui utusan dari Pemkot tampak mengecat garis warna merah memanjang di sisi selatan tugu dengan warna abu-abu sehingga tidak tampak lagi seperti anggapan sebagian warga yang menilai menyerupai gambar salib.
“Kami senang ada respon positif dari pemerintah, tadi tau-tau sudah ada yang mengecat, tapi itu sepertinya sifatnya sementara dan mudah luntur, kami minta permanen,” tandasnya.
Sebelumnya, Wali Kota telah membantah tudingan bahwa Pemkot Surakarta mendesain penataan koridor Jendral Sudirman menyerupai desain salib. Dirinya menekankan tidak pernah mengarahkan perancang desain untuk menguat simbol agama Kristiani dalam pola penataan batu andesit, terlebih ia juga seorang penganut iman Katolik.
“Salib kan lambang sakral dihormati umat Kristiani, masa ditaruh di bawah dilewati mobil dan motor, harusnya di atas, berarti saya tidak memahami iman kepada Kristus, bisa dimarahi teman-teman gereja saya,” ujar pria yang akrab disapa Rudy itu kepada wartawan di Balai Kota, Rabu (16/1/2019). (adr)
(way)