SOLO, solotrust.com - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tetap akan menyelenggarakan sertifikasi kompetensi musik meski beberapa waktu lalu mayoritas musisi Indonesia menolak sertifikasi musik dan Rancangan Undang-Undang Permusikan yang akhirnya dibatalkan.
Kepala Sub Direktorat Standardisasi dan Sertifikasi Bekraf Budi Triwinanta mengatakan, sertifikasi musik mungkin masih menjadi kontroversi untuk sertifikasinya, tapi tetap dilakukan karena sertifikasi itu hak setiap orang apakah mau diambil atau tidak. Bagi yang sudah pakar dan tidak mau ambil sertifikasi dinilai tidak masalah.
"Kalau kemarin masih jadi kontroversi seperti itu, ya kami tetap mendukung. Karena pelaku ekonomi kreatif bukan hanya orang yang sudah terkenal saja tapi mereka yang memulai dari bawah dan butuh kompetensi. Salah satu bentuk kompetensi adalah sertifikasi. Sertifikasi pasti kaitannya dengan penghasilan," paparnya, belum lama ini.
Ia mengungkapkan, sertifikasi musik sudah dilakukan oleh Bekraf pada tahun 2018 di empat kota yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Pihaknya akan mencoba menyelenggarakan sertifikasi musil di kota-kota yang lain. Dari kegiatan tahun lalu, terlihat sebenarnya sudah banyak pemain musik senior yang ikut sertifikasi.
Sertifikasi musik menyasar penyanyi dan pemain musik. Menurutnya ada kriteria untuk sertifikasi ini mulai dari pratama, madya, dan utama. Selain itu juga ada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang musik.
Tahun ini, Bekraf berencana akan melakukan sertifikasi musik di beberapa kota pada April di di Ambon, Medan, dan Kutai. Kota Kutai dipilih sebab dinilai terdapat banyak ekonomi kreatif dan pelaku ekonomi kreatif terutama musik.
Selain melakukan sertifikasi untuk profesi barista dan rencana sertifikasi bidang musik, tahun ini Bekraf juga akan melakukan sertifikasi ukir kayu. Kegiatan akan dilakukan di Solo, Bali, dan Jepara dengan kriteria teknis mengacu pada lembaga sertifikasi profesi tenaga ukir. (Rum)
(way)