Hard News

Dewan Pers: Masa Pemilu, Media Harus Cerdas dan Bijaksana

Jateng & DIY

28 Maret 2019 13:37 WIB

Anggota Dewan Pers, Jimmy Silalahi (tengah) saat mengunjungi kantor Terang Abadi Media Group (TAMG), Mojosongo, Jebres, Solo, pada Rabu (27/4/2019).

SOLO, solotrust.com - Anggota Dewan Pers, Jimmy Silalahi mengunjungi kantor Terang Abadi Media Group (TAMG), Mojosongo, Jebres, Solo, pada Rabu (27/4/2019) siang. Pesannya, dalam masa Pemilu 2019 media harus cerdas dan bijaksana.

Pria berperawakan tinggi itu memberikan pembekalan seputar peran media yang berkualitas dalam Pemilu 2019. Acara yang dikemas dalam sharing session itu dihadiri oleh pimpinan perusahaan dan diikuti seluruh awak redaksi TAMG baik televisi, radio maupun online.



Jimmy mengatakan, media sebagai rujukan informasi masyarakat dalam hal ajang demokrasi ini harus mengemas berita dalam kebijaksanaan mengutamakan kepentingan publik dengan cara memberikan edukasi tentang politik yang baik.

"Media harus mengemas berita tentang Pemilu yang edukatif dan menjadi jembatan masyarakat, sejauh ini kita disuguhkan bukan hal yang hangat lagi dalam Pemilu tapi ini panas," kata Jimmy

Maksud Jimmy cerdas dan bijaksana dalam Pemilu adalah media memberikan informasi yang mencerahkan bagi masyarakat. Seperti memastikan daftar pemilih, langkah afirmatif hak pilih pada kelompok khusus dan pendidikan politik pada pemilih.

"Ini menjadi isu penting, memastikan apakah warga yang memiliki hak pilih sudah masuk dalam daftar pemilih dengan akurat, adakah yang belum tercantum, kemudian sosialisasi tata cara Pemilu," ujarnya.

Di samping itu, tak kalah penting adalah bagaimana media memberikan langkah afirmatif pada kelompok khusus seperti orang lanjut usia (lansia) disabilitas, bagimana mereka nanti ketika dihadapkan dengan 5 lembar kertas suara yang memiliki ukuran cukup besar, agar tidak berdampak pada tenggat waktu pemungutan suara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Maka dari itu diperlukan edukasi penyajian narasi dan rekam jejak para caleg, kalau capres dan cawapres mudah hanya 2, tapi kalau legislatif ada puluhan barisan nama, jika belum menentukan pilihan dari awal bisa memakan waktu jangan sampai confused dan berdampak pada, penghitungan, quick count, dan lain sebagainya," ucap Jimmy.

Lanjut dia, media juga dituntut menjadi pilar dalam meningkatkan partisipasi publik dalam Pemilu mendatang, memberikan perkembangan kampanye Pemilu menjadi platform informasi Capres-Cawapres hingga para caleg.

Dan faktanya, saat ini, pemberitaan seputar Pemilu begitu penuh dengan hiruk pikuk perdebatan timses Capres Cawapres 01 dan 02, yang justru menimbulkan ketakutan, kekhawatiran, skeptis di kalangan masyarakat.

Jimmy membahas berbagai macam isu yang mengemuka selama masa kampanye pemilu. Salah satunya, munculnya tabloid barokah maupun obor rakyat.

"Apakah media ada yang memberitakan bagaimana tabloid tersebut bisa berada di kantor pos yang notabene badan usaha milik negara, kemudian seperti apa perkembangannya sekarang, diapakan koran-koran yang tersebar kurang lebih di beberapa daerah itu. Di sinilah pentingnya peran media pers memberikan berita yang proporsional, bukan hanya memanaskan suasana dengan memberitakan secara massif, bukan lebih pada isinya," papar dia.

Jimmy menekankan, dalam Pemilu kali ini, Dewan Pers kembali menerbitkan Surat Edaran No.01/SE.DP/1/2018 tentang posisi media dan imparsialitas wartawan dalam pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

"Kami menegaskan peran pers adalah dalam rangka menjamin kemerdekaan pers dan untuk memenuhi hak masyarakat mendapatkan informasi yang berkualitas dan adil," jelasnya.

Sehingga dalam konteks penyajian berita di portal informasi melalui meja redaksi harus dipastikan data dan fakta itu benar, teruji dan bisa dipertanggungjawabkan, termasuk taat waktu pengiriman berita, contohnya, media online di samping menyuguhkan berita dengan cepat tapi harus berkomitmen menjaga kualitas informasi.

Jimmy mengkritisi, dalam perkembangan pemberitaan dewasa ini 85 persen informasi yang disajikan oleh media justru cenderung mengarah pada kabar yang viral di media sosial, padahal sejatinya media sosial bukanlah produk jurnalistik.

"Sengketa akibat tulisan/berita di media pers diselesaikan oleh dewan pers sedangkan tuntutan akibat tulisan di medsos diproses oleh polisi berdasarkan pidana," tuturnya.

Lebih jauh, Jimmy membahas bagiamana koridor pengawasan suatu perusahaan media agar tidak terjebak dan terpeleset dalam politik praktis, melainkan agar tetap menjaga marwahnya menjadi jembatan publik bukan pemilik modal atau politisi.

Dewan pers menyusun kerangka pengawasan dan pemberian sanksi, Dijelaskan oleh Jimmy, pertama dimulai dari Pemimpin Umum/CEO yang menjadi ranah pengawasan oleh KPU.

"CEO tidak diperbolehkan menggunakan media untuk ambisi pribadi atau partai, dan tidak mencampuri urusan news room," ujarnya.

Selain itu, di bawah pemimpin umum terdapat Pemimpin Perusahaan yang koridornya mengatur advertorial politik, ranahnya mendapat pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Terakhir adalah pemimpin redaksi yang menjadi target Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia.

"Pemimpin redaksi dituntut untuk netral, non partisan, taat kode etik, penerapan firewall dan tak melakukan framing," pungkasnya. (adr)

(wd)