Pend & Budaya

Angkat Karya Ilmiah tentang Bahasa Ngapak, Nina Raih Perunggu di I-FEST 2019

Pend & Budaya

6 April 2019 04:02 WIB

Pelajar asal Purbalingga, Nina Dwi Rohmawati, berhasil meraih medali perunggu dalam I-FEST 2019 di Tunisia. (Dok Humas Pemprov Jateng)

SOLO, solotrust.com – Siapa sangka bahwa bahasa ngapak bisa mendunia dan dikenal orang mancanegara? Oleh Nina Dwi Rohmawati, bahasa ngapak khas Banyumasan diangkat ke sebuah karya ilmiah dalam kompetisi internasional di Tunisia. Hasilnya, Nina membawa pulang medali perunggu.

Prestasi membanggakannya itu ia raih di ajang International Festival of Engineering Science and Technology (I-FEST) in Tunisia 2019 yang diselenggarakan 21 hingga 26 Maret 2019 lalu. Pelajar asal Purbalingga itu meraih medali perunggu dalam kategori Social Science setelah menjalani berbagai ujian dan penilaian oleh para juri.



Nina dalam kompetisinya meluncurkan paparan karya ilmiah yang berjudul ‘When Majority Culture Has Minority Honor: The Dynamic Of Language Ethnicity And Cultural Demographic With The Javanese Language Of Ngapak Banyumasan’. Karya tersebut mengulas tentang tren paradigma remaja lokal Purbalingga zaman sekarang yang cenderung minder atau inferior menggunakan bahasa lokalnya, yaitu bahasa Ngapak Banyumasan sebagai bahasa pergaulan.

Selama proses presentasi, Nina menceritakan juri menyatakan projeknya sangat menarik untuk diteliti. Mereka juga tertarik dengan Bahasa Banyumasan ‘Ngapak’ sebagai traditional language yang bisa dikenalkan di lidah orang-orang  Eropa.

“Para juri Nina saat itu rata-rata orang Prancis. dan beberapa dari Tunisia, mereka sangat senang saat Nina presentasi dan mereka berulang-ulang minta diajarin bicara bahasa ngapak. Seperti kata ‘ngadek’/’inyong’ terus per kalimat ‘ko wis madang urung?’. Mereka sangat antusias minta diajarkan berulang, cara dan gaya bicara orang Banyumas,” ungkapnya.

Menurutnya, ada beberapa aspek yang membuatnya unggul hingga meraih medali perunggu. Di antaranya kekuatan proyek penelitian yang mengkonfrontir antara fenomena sosial dengan behaviour remaja. Ia juga merupakan satu-satunya peserta yang mengangkat tema bahasa di kategori Social Science.

“Dan dari tema mother tongue itu yang membuat proyek Nina beda dari yang lain, para juri selalu bilang ‘your project is very interesting, I very like, that is unique,‘” ungkap Siswa Kelas XII IPA salah satu SMA Swasta di Purbalingga itu.

Guru pendamping Nina, Ayu Dhian, mengakui ada kelemahan dan keunggulan pada Nina. Keunggulannya pada pendalaman karya yang bagus.

“Data penelitian lengkap dan penyusunan karya sudah sangat sesuai standard kompetisi di internasional, terus poster untuk stand boot-nya itu jelas padat dan rapi. Sedangkan kelemahnnya kemampuan bahasa inggrisnya yang tidak maksimal,” katanya.

(way)