Ekonomi & Bisnis

Pedagang Ketupat Keluhkan Pasokan Janur Mulai Langka

Ekonomi & Bisnis

5 Juni 2019 23:32 WIB

Penjual ketupat di Pasar Legi Solo.


SOLO, solotrust.com - Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran identik dengan ketupat. Tak heran, banyak pedagang ketupat musiman yang muncul di beberapa pasar tradisional di Kota Solo. Tahun ini sejumlah pedagang ketupat mengeluhkan penjualan ketupat lebih sepi dibanding periode Lebaran sebelumnya.



Baca juga:

Pemkot Gelar Salat Id, Momentum Lebaran Umat Diajak Rajut Silaturahmi

 

Salah seorang pedagang ketupat di Pasar Legi, Feni Dian Ahzari (32) mengatakan, pihaknya mulai berjualan longsongan ketupat sejak H-2 Lebaran. Dan kegiatan berjualan ketupat ini sudah rutin dilakukan setiap tahunnya di pasar induk di kota Solo tersebut.

"Rutin tiap tahun jualan di Pasar Legi. Ketupat dijual Rp 10 ribu per ikat isinya 10 ketupat," jelas wanita asli Solo tersebut kepada solotrust.com, Selasa (4/6/2019).

Untuk bahan pembuatan ketupat yaitu daun kelapa yang masih muda atau janur, dirinya mengaku membeli dari pemasok yang berasal dari luar kota Solo, seperti Salatiga, Madiun dan Yogyakarta. Seikat janur dihargai Rp 200 ribu yang bisa dianyam menjadi sekitar 800-900 ketupat. Dimana ketupat baru dibuat saat di lokasi pasar.

Menurutnya, harga janur tahun ini relatif sama dibanding tahun lalu di kisaran Rp 200 ribu. Namun, karena bahan janur mulai langka maka terjadi penurunan jumlah produksi. Sebelumnya, 1 ikat janur bisa menjadi 1.000 buah ketupat sehingga dijual Rp 6.000 - Rp 7.000 per- ikat (isi 10 ketupat) dirinya sudah dapat untung.

Di hari-hari biasa, wanita ini biasa berjualan ketupat matang untuk dipasok ke para penjual tahu kupat. Sedangkan saat Lebaran seperti ini ia bisa meraup keuntungan 3 kali lipat dibanding hari biasa.

"Dua hari sebelum Lebaran sudah mulai ramai, tapi lebih ramai lagi biasanya pas takbiran. Banyak yang beli untuk masak saat Lebaran," imbuhnya.

Sementara itu, pedagang ketupat lain, Darsih (35), mengaku berjualan ketupat hanya saat menjelang Lebaran. Wanita asal Salatiga ini memilih berjualan di Pasar Legi Solo karena selalu ramai pembeli. Bahkan ia dan suaminya rela tidur di pasar untuk mengais rejeki.

"Sejak Sabtu (1/6/2019) sudah mulai jualan. Tidur di pasar biar tidak bolak balik agar hemat ongkos. Ongkos bis hampir Rp 100 ribu ke Solo, 2 jam perjalanan. Saya bawa baju ganti dan peralatan mandi," terangnya.

Ia dan suaminya mengambil janur bukan dari pemasok melainkan dari kebun sendiri. Sama dengan pedagang ketupat lain, ia menjual ketupat di harga Rp  10.000 per ikat yang berisi 10 biji. Harga itu lebih tinggi dibanding tahun lalu yang di kisaran Rp 6.000- Rp 8.000 per ikat. Bahkan di Salatiga, ketupat hanya laku Rp 5.000 saja.

"Tidak pasti labanya, kadang banyak kadang sedikit, hanya Rp 300 ribuan," ujarnya.

Melihat peluang penjualan ketupat yang masih diminati hingga seminggu sesudah Lebaran, ia dan suaminya berencana akan pulang dulu saat malam Takbiran ke Salatiga. Kemudian setelah Lebaran akan balik lagi ke Solo untuk jualan ketupat lagi.

Pada hari-hari biasa, Darsih mengaku kerja di pabrik makanan di Salatiga sedangkan suaminya kerja sebagai kuli bangunan. Menjelang Lebaran pihak pabrik sudah meliburkan karyawan sehingga ia memilih berjualan ketupat di Solo. (Rum)

(wd)