Hard News

Sensasi “Ngeteh” Dengan Bunga Tabur Kuburan

Hard News

18 Juni 2019 17:17 WIB

Ilustrasi.


JEMBER – Trotoar di sepanjang Jalan Tunojoyo Kabupaten Jember ramai oleh penjaja bunga tabur. Sepanjang 300 meter, trotoar sebelum Pasar Tanjung itu dipenuhi ratusan tas kresek merah ukuran jumbo dan tas kresek putih berukuran lebih kecil. Tas-tas kresek itu berisi bunga tabur berupa kembang mawar dan irisan pandan yang siap jual. Saat menjelang lebaran atau hari besar keagamaan, ratusan kuntum mawar merah laku keras sebagai bunga tabur makam.



Tiap tas kresek merah berisi 200 kuntum mawar dengan berat satu kilogram. Sesaat sebelum lebaran, harga satu kresek jumbo itu mampu menembus harga 150 ribu hingga 250 ribu. Namun seusai ramadan seperti sekarang, penjaja mawar tabur menurunkan harga hingga 30 ribu sampai 15 ribu rupiah untuk satu tas kresek besar. Sedangkan tas kresek kecil dipatok dengan harga tiga ribu hingga lima ribu rupiah. Mayoritas penjaja mawar di Jember tersebar di berbagai tempat. Seperti di Jalan Trunojoyo, Jalan Gajah Mada, dan Jalan Kenanga.

“Sudah lama jualan bunga, dari jaman dulu dah,” ujar Zaenuri, salah satu penjual bunga tabur.

Zaenuri merupakan warga asli Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi, desa penghasil mawar di Kabupaten Jember. Sekitar 30 hektare lahan sawah dari empat dusun ditanami bunga mawar. Dari 120 KK, hampir seluruhnya memiliki lahan bunga mawar. Tiap KK memiliki lahan dengan luasan yang bervariasi. Ada yang memiliki satu petak, 1 hingga 3 hektare, hingga 5 hektare. Lahan bunga mawar di desa ini dirawat secara turun temurun selama empat generasi. Menurut warga sekitar, bunga mawar pertama kali ditanam di Dusun Gendir. Mulanya, pohon mawar hanya ditanam di pematang sawah. Namun ketika laku jual, masyarakat di kaki pegunungan Argopuro tersebut mulai menanam pohon mawar di lahan persawahan mereka.

Mayoritas penjaja bunga tabur meraup untung besar saat hari besar seperti Idul fitri maupun Imlek. Kabupaten Jember tak pernah kehabisan stok bunga mawar meski dijajakan setiap hari. Benar saja, panen bunga mawar mencapai dua ton per dua hari. Namun mirisnya, saat tak ada momentum hari besar, bunga mawar banyak yang terbuang begitu saja.

Melihat kondisi tersebut, Syukron Ma’mamun Hakim, salah satu pemuda Desa Karangpring mencoba berinovasi dengan membuat teh bunga mawar.

“Biasanya mawar dibuat nyekar atau dibuat kalo ada acara nikahan, tapi itu sangat jarang kalau untuk acara pernikahan. Saya lihat yang dibuang di pinggir jalan, yang kering, ini bisa nggak ya kalau dibuat minuman kayak  teh gitu. Waktu itu akhirnya saya coba,” terang Syukron. #teras.id  

(wd)