Pend & Budaya

Eksistensi Keraton Digadang Mampu Jaga Marwah Budaya

Pend & Budaya

9 Agustus 2019 13:32 WIB

Majelis Kerajaan Nusantara

SOLO, solotrust.com - Pihak Keraton Mataram Kasunanan Surakarta, melalui Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Eddy Wirabhumi menyampaikan paska Pilpes semua komponen bangsa yang terpolarisasi haruslah bersatu. Tidak terkecuali juga bagi pegiat kebudayaan dan kebhinekaan dengan adanya kerajaan dan keraton sebagai pusat peradaban dari seluruh proses peralihan zaman.

Keberadaan kerajaan dan keraton, menurut Eddy Wirabhumi merupakan hak asasi kebudayaan yang dlindungi UU Kebudayaan, tercatat juga dalam UU Cagar Budaya dengan persepsi kebhinekaan dan kebangsaan yang harus kembali kepada spirit atau semangat Bhineka Tunggal Ika yang mengutamakan persatuan di atas semua kepentingan.



Hal itu selaras dengan imbauan dan dukungan Presiden Jokowi terhadap kebudayaan yang belakangan kian gencar didengungkan, apalagi setelah terpilihnya sebagai Presiden Indonesia priode 2019-2024. Melalui Majelis Kerajaan Nusantara (MAKN) yang terbentuk, Selasa (6/8/2019), MAKN pun digadang dapat membawahi seluruh kerajaan dan keraton yang ada di seluruh Indonesia.

Adapun Majelis Kerajaan Nusantara I yang berlangsung selama dua hari pada 6 hingga 7 Agustus 2019 di Denpasar, Bali itu sekaligus melantik kepengurusan MAKN yang dihadiri oleh Raja, Pangeran dan Putri  dari seluruh Kerajaan dan Keraton se- Nusantara. Dimana tujuan dari MAKN yang diselenggarakan paska Pilpres 2019 usai terpilihnya Presiden Jokowi itu, dimaksudkan guna membenahi masa depan keberlangsungan kerajaan dan keraton demi menjaga marwah budaya Indonesia serta ikut berpartisipasi untuk masa depan Indonesia yang lebih maju. Acara ini juga dihadiri sekaligus diberikan pembekalan oleh Staf Kemenko Maritim Bidang Budaya Dr T Rameo

Eddy menyatakan kesepahamamnya dengan R.Ay Yani WSS Kuswododjojo, Pengageng Kasultanan Sumenep dan Raja Denpasar IX, PYM Ida Tjakarda Jambe Pemecutan yang juga hadir dalam majelis adat tersebut. Karenanya, kerabat Keraton Mataram Kasunanan Surakarta itu menegaskan bahwa sudah saatnya para pelaku penggiat budaya untuk mengingatkan spirit bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang asli menyatu bergandengan tangan untuk mengingatkan berbeda-beda disatukan dengan baju dan budaya Indonesia.

“Justru keindahan kita karena keberagaman. Dan kita harus memilah yang satu visi satu jiwa, bukan berarti menolak tetapi kita menyatukan yang sevisi dengan Bhineka Tunggal Ika,” tegasnya.

Suami dari G.K.R Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng itu pun sedikit mengulas tentang peran kerajaan dan keraton terhadap bangsa dan negara Indonesia yang sudah ada ikut berperan penting sejak zaman kemerdekaan. Dalam Dokumen BPUPKI yang mengkonsep bangsa Indonesia, kehadiran pihak kerajaan dan keraton di Indonesia terlibat langsung.

"Pada era tahun 1945 berbeda dengan zaman sekarang. Karena itu perlu sikap yang bijak dan mengena yang dilakukan sesuai dengan zaman kini. Rasa cinta kebudayaan dan kebhinekaan ini akan menekan masuk atau tumbuhnya ancaman serius bangsa Indonesia saat ini seperti radikalisme dan intoleransi. Sekarang, kita tidak bisa hanya melawan secara fisik seperti era perjuangan. Sekarang, kita melakukan perlawanan dengan knowledge atau ilmu pengetahuan tentang peninggalan nilai-nilai luhur kita akan diungkapkan tidak sebatas penguatan negara dan bangsa. Justru kita mempersiapkan menuju ke arah Indonesia menjadi negara yang bisa mandiri dalam tiga aspek penting yaitu pangan, energi dan keuangan,” jabar K.P.H Eddy.

Dengan terbentuknya MAKN yang memiliki sekira 56 kerajaan dan keraton se Nusantara, kata K.P.H Eddy seharusnya mampu melakukan peran penting untuk mewujudkan Indonesia bermandiri dalam tiga aspek penting di atas.

“Cara yang bisa dilakukan keberadaan kerajaan atau keraton se- Nusantara bisa melakukan peran budaya, pariwisata dan potensi ekonomi. Keberadaan kerajaan atau keraton tercantum dalam konvensi internasional ILO dan ada di amandemen UUD 1945 yaitu negara mengakui dan menghormati keberadaan kerajaan atau keraton. Kedua konvensi ini menjadi acuan penting adanya pengakuan dari dunia internasional dan nasional. Tentunya seiring dengan perkembangan zaman keberadaan kerajaan atau keraton yang di tahun 1945 harus luwes mengikuti perkembangan era sekarang," urainya.

Eddy meyakini melaui tiga peran, yaitu Budaya, Pariwisata dan Potensi Ekonomi, tentu dilakukan mapping atau pemetaan potensi kekuatan kerajaan atau keraton se Nusantara.

“Indonesia dengan keberadan kerajaan atau keraton akan mampu mewujudkan Indonesia yang mandiri. Di dalam peran potensi Ekonomi misalnya, dari seluruh kerajaan dan keraton di Indonesia memiliki kandungan pada mineral berkualitas yang di masa depan menjadi idola dunia. Satu keunggulan yang dimiliki Indonesia ini," ulasnya.

Menurut Eddy Wirabhumi, kerajaan dan keraton se Nusantara memiliki teknologi adiluhung para raja sejak kedigjayaannya di masa lalu yang tidak dimiliki bangsa lain. Dan untuk era sekarang, dengan melibatkan Kaum Milenilas, K.P.H Eddy sependapat dengan R.Ay Yani WSS Kuswododjojo (Bunda Yani), yakni perlunya dilakukan kegiatan atau program yang mendekatan dengan teknologi digital, start up (potensi ekonomi bisnis yang dijalankan dan dikembangkan kaum muda) tanpa mengabaikan kearifan lokal budaya setempat.

"Pelestarian sejarah dan budaya agar tetap dipertahankan sebagai budaya Indonesia sesuai pesan Presiden Jokowi bahwa kebudayaan itu penting dan menjadi jati diri bangsa.Dengan adanya kerajaan dan keraton se Indonesia merupakan hal yang harus dipertahankan karena salah satunya kerajaan dan keraton sebagai indentitas bangsa Indonesia," tandasnya.

K.P.H Eddy juga menegaskan tentang perlu dilakukannya revitalisasi kerajaan dan keraton dengan dua target revitalisasi fisik dan non fisik, Menurutnya, pada revitalissai fisik adalah bagunan keraton dan benda cagar budaya. Sementara non fisik adalah kesenian, adat tradisi dan kearifan lokal budaya setempat.

Ke depannya, dalam pembangunan pariwisata, KP Eddy menegaskan pentingnya pengembangan literasi berwawasan budaya, revitalisasi peran kota dan sejarahnya, nilai budaya dan tradisi, kearifan lokal, serta pembangunan sumber daya manusia dan kesejahteraan. (Kc)

(wd)