Ekonomi & Bisnis

Bekraf Dorong Pendanaan Ekspor UKM

Ekonomi & Bisnis

5 Oktober 2019 09:44 WIB

Bincang bisnis Bekraf.

SOLO, solotrust.com - Akses permodalan dan pemasaran merupakan dua permasalahan utama yang sering dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Belum lagi apabila UKM ingin merambah pasar luar negeri alias melakukan ekspor, akan membutuhkan pendanaan yang lebih besar lagi. Untuk itu, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) memperkenalkan adanya Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada para UKM pelaku ekonomi kreatif di kota Solo dan sekitarnya melalui salah satu sesi dalam gelaran Bekraf Festival yang diadakan di Benteng Vastenberg Solo, Jumat, 4 Oktober 2019 jam 12.30 WIB sampai selesai.

Dalam acara yang bertajuk "Bincang Santai Pembiayaan Ekspor untuk UKM Kreatif" tersebut dihadirkan beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya. Meliputi Deputi Akses Permodalan Fadjar Hutomo, Direktur Akses Perbankan Bekraf Yuke Sri Rahayu, Kepala Kanwil LPEI Surakarta Andri Setiawan, dan Owner Kebab Baba Rafi Nilamsari. Para pelaku UKM dapat mengikuti acara tersebut secara gratis dengan mendaftar secara online.



Dalam kesempatan tersebut, Deputi Akses Permodalan Bekraf, Fadjar Hutomo menjelaskan UKM Indonesia jumlahnya sekitar 60 juta, artinya sekitar 20 persen dari jumlah penduduk. Dibanding UKM di Thailand atau Vietnam, UKM Indonesia dinilai keropos karena kebanyakan UKM adalah pedagang (reseller). Maka harus diperbanyak UKM yang memproduksi barang (maker) bukan hanya reseller, untuk kebutuhan di dalam negeri atau bahkan ke luar negeri.

"Survey bank dunia tahun 2015, hanya 20 persen dari UKM Indonesia yang berbentuk tanah bangunan, 33 persen piutang, sisanya moveable properti seperti mesin. Sedangkan lembaga pembiayaan, 73 persen mensyaratkan dalam bentuk properti dan hanya 27 persen yang mau menerima moveable properti. Ini PR kita. Terjadi collateral gap, makanya susah mendorong kredit UKM, hanya di angka 20 persenan," ungkapnya.

Menurutnya, dalam Undang-Undang Ekonomi Kreatif pasal 16, pemerintah mendorong pembiayaan dengan mempertimbangkan aset berupa kekayaan intelektual. Misalnya brand suatu produk yang dinilai menjadi kekuatan ekonomi kreatif yang sudah punya standar. Namun kondisi Indonesia, UKM menghadapi tantangan berupa standar kualitas produk, biasanya bila UKM sudah ramai pesanan, kualitas justru menurun. Padahal bisa dimanfaatkan value brand dengan buka cabang atau franchise, bukan hanya ekspor barang dagangan. Sama seperti yang dilakukan merk luar negeri Starbucks, KFC, McDonald dan yang lain.

Terkait akses permodalan, pihaknya mengungkapkan bahwa Bekraf sedang menyusun skema pendanaan berbasis kekayaan intelektual. Dengan lebih dulu mempersiapkan UKM untuk menyadari pentingnya mengurus hak kekayaan intelektual. Ia mengimbau UKM untuk pro- aktif memanfaatkan fasilitasi HKI di Bekraf. Selain itu, pihaknya juga mendorong pendanaan untuk ekspor, salah satunya pemerintah yang sudah menyediakan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

"Kami sudah mengajukan bantuan dana eskpor untuk pendanaan kuliner agar mendunia. Itu yang ingin kami dorong bagaimana outlet produk indonesia di kota kota besar di dunia. Sumber dana dari LPEI," ujarnya.

Pihaknya juga menyebutkan, semua deputi di Bekraf terdapat program yang membantu UKM dengan memberikan materi dan pelatihan capacity building. Untuk permodalan UKM, di samping akses permodalan dari bank, juga ada akses non perbankan, seperti fintech, modal ventura, hingga cloud funding. Untuk itu, UKM juga diimbau senantiasa meng-update informasi terkait permodalan.

"UKM harus selalu update tentang sumber permodalan yang bisa diperoleh secara kreatif tanpa menyerah dalam keadaan yang tidak punya aset. Tidak bergantung pada pembiayaan dari luar, tapi secara kreatif bisa memobilisasi sumber dana yang diam untuk mendukung pengembangan usaha," jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Owner Kebab Baba Rafi, Nilamsari juga membagikan pengalamannya kepada puluhan UKM yang mengikuti bincang bisnis. Nilamsari mengungkapkan soal ekspor produknya, pihaknya tidak sekedar menjual produk melainkan menjual lisensi bisnis sistem. Sebab pihaknya menyasar segmentasi pasar bukan hanya konsumen atau pembeli tapi juga peminat franchise. Tidak semua suplai barang harus dikirim dari Indonesia, untuk memasok franchise di luar negeri, cukup menghubungi company di luar negeri.

"Untuk membuka franchise di luar negeri, manfaatkan teknologi digital untuk mengakses pasar. Dalam bisnis tidak lagi soal produk tapi kita harus create experience dan terus berkembang. Sampai pendanaan tidak harus cash atau perbankan, sekarang bisa melalui bukalapak atau cloud funding, calon konsumen kita permudah. Lakukan inovasi menyeluruh dari seluruh bidang," terangnya. (Rum)

(wd)