SOLO, solotrust.com - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank (IEB) yang sebelumnya dikenal dengan nama Bank Ekspor Indonesia (BEI) menawarkan bantuan pembiayaan untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) yang melakukan ekspor produk-produknya ke luar negeri. LPEI/IEB adalah Special Mission Vehicles (SMV) Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang memiliki mandat untuk mendorong peningkatan ekspor nasional melalui penyediaan pembiayaan, penjaminan, asuransi dan jasa konsultasi.
Kepala Kanwil LPEI Surakarta (Solo), Andri Setiawan, menjelaskan LPEI merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan pembiayaan ekspor nasional. Didirikan berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan ekspor indonesia atau indonesia eximbank. Kepemilikan LPEI 100 persen dimiliki oleh pemerintah dan modal LPEI tidak terbagi atas saham.
"Pembiayaan yang disalurkan pada tahun 2010 sekitar Rp 15 triliun kini menjadi Rp 108 triliun pada tahun 2018. Dimana 82 persen penyakuran alokasinya di pembiayaan. Untuk segmen UKM pertumbuhan pembiayaan cukup pesat, sejak tahun 2010 hingga 2018 rata rata 49 persen tiap tahun," paparnya saat acara Bincang Bisnis Bekraf di Benteng Vastenberg Solo, Jumat (4/10/2019).
Menurutnya, ada 3 kategori usaha yang dapat memperoleh fasilitas pembiayaan LPEI yaitu eksportir langsung, eksportir tidak langsung, dan jasa pendukung ekspor. Untuk UKM, ada program KURBE (kredit usaha rakyat berorientasi ekspor) yang hanpir sama dengan KUR di bank komersial. Bedanya, di LPEI batas pinjaman sampai maksimal Rp 25 M, kalau di bank komersil hanya sampai Rp 500 juta. Suu bunga 9 persen sama KUR cuma ada agunan juga namun tidak perlu penjaminan.
Bagi UKM yang ingin mengajukan pembiayaan usaha untuk ekspor, bisa memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu menyampaikan surat permohonan, dokumen identitas pengurus dan pemilik usaha, dokumen legalitas usaha, laporan keuangan atau data keuangan lain, dan data lain yang diperlukan. Adapun industri yang dibiayai antara lain pertanian, perikanan, perkebunan, pertambangan, handycraft, alas kaki, otomotif.
LPEI juga melakukan kegiatan Coaching Program for New Exporters (CPNE) ditujukan bagi pelaku UKM berorientasi ekspor dengan memberikan pembekalan berupa pelatihan dan pendampingan secara intensif. Program ini diberikan dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, pameran, bimbingan dan kegiatan lain kepada badan usaha non kelompok maupun kelompok. Pelatihan yang diberikan menyeluruh meliputi aspek produksi, keuangan dan manajemen organisasi. Sehingga pelaku UMKM memiliki bekal memadai untuk melakukan ekspor produk. Juga diberikan pemahaman administratif soal pasar yang dituju dan keunggulan produk Indonesia.
"Sejauh ini 1.500 UKM telah mengikuti pelatihan dasar, 400 UKM telah menjalani pelatihan scaling up menjadi eksportir, 33 eksportir baru dengan sebaran geografis 27 provinsi," paparnya.
Di samping itu, LPEI juga mengelar Digital Handholding Program (DHP). Merupakan salah satu program jasa konsultasi LPEI di bidang teknologi informasi (digital) yang dilakukan dalam rangka mendampingi, memfasilitasi eksportir (UKME/Korporasi) untuk memasarkan, memperluas akses pasar, mempromosikan, serta meningkatkan daya saing produk unggulannya di global market place (e-commerce).
Berdasar data, upaya LPEI mampu berkontribusi pada peningkatan PDB sebesar 2,64 kali pembiayaan atau setara dengan Rp 287 triliun, dari segi investasi mampu meningkatkan investasi sebesar 2,81 kali pembiayaan atau setara Rp 306 triliun, peningkatan ekspor mencapai 3,52 kali pembiayaan atau setara Rp 383 triliun dan peningkatan penyerapan tenaga kerja hingga 56 ribu orang per Rp 1 miliar pembiayaan atau setara 6 jutaan orang.
Adapun portofolio pembiayaan LPEI Kantor Wilayah Surakarta (Kanwil Solo) per Juni 2019 mencapai lebih dari Rp 3 triliun. Sedangkan berdasar data pada tahun 2018, sejauh ini sebanyak 40an UKM yang mendapat pembiayaan dari LPEI.
"Kita tidak membatasi sektor usaha selama orientasinya ekspor. Yang paling banyak mendapat pembiayaan selama ini masih fashion seperti garmen dan tekstil. Untuk Solo sendiri portofolio paling besar di tekstil, disusul trading kertas dan manufaktur kertas," pungkasnya. (Rum)
(wd)