SOLO, solotrust.com - Gibran Rakabuming Raka pastinya selalu menjadi sorotan tidak hanya karena putra dari Presiden RI Joko Widodo, namun sebagai sosok anak muda yang bertalenta di bidang bisnis, terutama kuliner. Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep sempat disebut sebagai salah satu komisaris perusahaan tambang sekitar sebelum Pemilu 2019 lalu. Namun, hal itu ditanggapi secara unik oleh ayah dari Jan Ethes Srinarenda tersebut.
"Saya dan Kaesang sering dibuli punya tambang batu bara, ceritanya begitu. Saya instruksikan tim untuk membuat brand Ayam Batu Bara. Jiwa kita kan jiwa sering slengean, akhirnya kita bikin Ayam Batu Bara," tuturnya, saat menjadi narasumber di acara Talkshow Bisnis F&B 2019 di The Sunan Hotel Solo, Selasa (12/11/2019) sore.
Dalam acara bincang bisnis yang diadakan Millenial Business School, Gibran membagikan pengalamannya dalam mengelola bisnis kuliner kepada puluhan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kuliner yang hadir. Menurutnya, pengusaha tidak hanya menunggu investor, tapi harus aktif dalam melakukan inovasi. Dirinya mengungkapkan, setiap tiga hingga empat bulan mengeluarkan brand usaha baru dengan manajemen baru.
Gibran selalu menargetkan untuk membuat sesuatu yang baru karena sebagai pemimpin ia menyadari harus mempunyai inovasi untuk mengembangkan bisnis dan tidak berjalan di tempat. Sebab, kata Gibran, jiwa owner ada di produknya.
Sebelumnya, ia membuat bisnis rice bowl Mangkok Ku dan Wahyoo Group, start up yang bertujuan untuk mengembangkan warung-warung tradisional melalui standardisasi dan penggunaan teknologi agar tidak kalah dari restoran. Sebentar lagi ia juga akan mengeluarkan brand baru, Garam.id.
Di era di mana jumlah pengusaha semakin banyak, tentu menghadapi tantangan berupa sumber daya manusia (SDM) atau pegawai yang semakin susah didapat. Gibran mengakui soal SDM memang susah-susah gampang. Dulu, ia mungkin paling muda sendiri saat awal menjalankan bisnis, namun sepuluh tahun berjalan dirinya merasa yang paling tua. Menurutnya, di industri kreatif seperti ini ia akan memilih orang yang lebih muda darinya.
Gibran menegaskan, dirinya lebih suka mendorong dan lebih membentuk anak muda, meski memang diakui menghadapi tantangan. Namun keuntungannya, mengatur jadwal anak muda lebih fleksibel, juga tidak masalah bila harus pulang malam atau pagi, dan gajinya lebih murah. Namun demikian, Gibran menegaskan muda itu bukan sekadar umur, tapi cara berpikir atau mindset untuk berkreasi, berinovasi dan bergerak maju.
"Saya sedang proses transisi untuk menyerahkan yang saya punya ke Kaesang. Saya mendorong Kaesang untuk lebih sukses dari saya dan lebih sukses di usia lebih muda dari saya. Kaesang pun sebelum lulus sudah punya 90 cabang Sang Pisang," jelasnya.
Gibran menyadari, anak muda menghadapi kendala, yaitu belum punya pengalaman. Ia pun menceritakan dirinya dulu mulai jadi pengusaha umur 23 tahun dan menurutnya itu sudah terlambat. Maka dari itu, ia meminta Kaesang mulai berbisnis di usia lebih muda.
Memang pasti ada omongan dari kanan kiri bahwa anak muda belum pengalaman dan disarankan untuk ikut orang dulu sebagai sarana mencari pengalaman. Namun, ia berpikir sebaliknya. Justru di usia muda, orang akan lebih cepat belajar, mengalami kegagalan semuda mungkin itu bagus buat pelajaran, anak muda lebih kreatif dan inovatif, serta diyakini bisa lebih baik dari orang tua.
Suami Selvi Ananda itu juga menyarankan pada para pelaku usaha untuk menambah jejaring, terutama yang bergerak di bidang usaha serupa. Gibran juga menyatakan keinginannya agar semua yang bergerak di bidang kuliner saling membantu sama lain, saling bersentuhan dalam suatu ekosistem dan saling mendukung. Apalagi, pengalaman dirinya membuktikan, usaha-usaha kuliner miliknya juga dibesarkan oleh pemain digital seperti Gojek. Perlu dicatat, pembayaran secara digital dan usaha pengantaran (delivery) sangat penting untuk mendukung suatu bisnis.
Sementara itu, terkait sekolah bisnis seperti yang diadakan oleh Millenial Business School, Gibran memberikan apresiasi positif. Ia mengatakan, di Jakarta sudah banyak sekolah bisnis serupa dan banyak inkubator untuk memfasilitasi owner UKM yang akan dibina.
Dirinya mengaku senang Millenial Business School bisa hadir di Solo. Mereka melatih pelaku usaha kuliner dari yang paling kecil untuk membuka cabang lebih banyak, membuat SOP (standard operating procedure), melatih branding hingga menstandarkan kualitas.
"Ini bagus karena anak muda lebih kreatif, tapi tidak tahu harus bagaimana. Jadi dengan sekolah semacam ini bisa mengarahkan mereka," pungkasnya. (Rum)
(redaksi)