Ekonomi & Bisnis

Pemerintah Disebut-sebut Bangkrut, Begini Tanggapan Sri Mulyani

Ekonomi & Bisnis

9 Mei 2020 12:05 WIB

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.


JAKARTA, solotrust.com- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menepis isu bahwa pemerintah sudah tidak punya uang lantaran harus menangani wabah virus Corona atau Covid-19.



"Saya sampaikan itu salah besar. Dana kita ada di mana sekarang, kita punya di BI," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Daerah, Jumat (8/5/2020).

Bantahan itu ia sampaikan agar simpang siur mengenai kemampuan keuangan pemerintah bisa diperjelas, sehingga informasi yang tidak benar tak lagi beredar.

"Jangan sampai ini sudah muncul rumor-rumor yang kadang-kadang sengaja tidak sengaja disebarluaskan, seolah-olah pemerintah sudah bangkrut, tidak punya duit, enggak bisa bayar guru atau apa," kata Sri Mulyani.

Ia pun meminta para senator menyampaikan informasi tersebut berdasarkan data yang akurat.

Kalaupun pada praktiknya ada dana insentif daerah atau dana transfer yang telat cair, Sri Mulyani menegaskan, itu bukan karena pemerintah tidak memiliki uang. Persoalan itu terjadi diperkirakan karena masalah prosedural.

"Jadi dalam hal ini saya sudah koreksi mengenai masalah guru, biaya operasi kesehatan, lalu masalah DID. Ini masalah prosedural berbagai hal yang belum dipenuhi sehingga belum bisa kita transfer," kata Sri Mulyani.

Dalam penanganan Corona, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 405,1 triliun yang masuk ke dalam stimulus ekonomi jilid III. Rinciannya, Rp 75 triliun dialokasikan ke bidang kesehatan untuk perlindungan tenaga medis, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, hingga insentif dokter.

Berikutnya, Rp 110 triliun dialokasikan untuk jaring pengaman sosial yang mencakup penambahan anggaran kartu sembako, Kartu Prakerja, dan subsidi listrik. Selanjutnya, insentif perpajakan dan kredit usaha rakyat sebesar Rp 70,1 triliun. Serta pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun.

Untuk membiayai anggaran penanganan Corona, pemerintah telah melakukan realokasi dan refocusing anggaran. Di samping itu, pemerintah melakukan optimalisasi sumber pembiayaan utang dan non-utang. Optimalisasi itu misalnya dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 70,64 triliun. Selain itu, pemerintah juga akan memanfaatkan pos dana abadi pemerintah dan dana badan layanan umum.

Dalam lain kesempatan, Sri Mulyani mengatakan kebutuhan pembiayaan utang bruto Indonesia pada tahun ini mencapai Rp 1.439,8 triliun. Angka tersebut adalah akumulasi dari sejumlah kebutuhan pembiayaan, antara lain pembiayaan defisit Rp 852,9 triliun, pembiayaan investasi net Rp 153,5 triliun, serta utang jatuh tempo Rp 433,4 triliun.

"Ini termasuk di dalamnya adalah untuk pemulihan ekonomi nasional yang sudah diatur dalam Perpu nomor 1 tahun 2020 dan juga ada di dalam Perpres nomor 54 Tahun 2020," kata Sri Mulyani.

Sumber pembiayaan utang itu akan berasal dari penarikan pinjaman Rp 150,5 triliun dan penerbitan SBN senilai Rp 1.334 triliun. Jumlah SBN yang perlu diterbitkan itu dikurangi dengan realisasi sampai dengan 30 April 2020 sebesar Rp 376,5 triliun, program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun, dan penurunan Giro Wajib Minimum perbankan Rp 110,2 triliun.

Sehingga menyisakan besar penerbitan SBN dari Mei hingga Desember 2020 menjadi Rp 697,3 triliun. Dengan nominal tersebut pemerintah memperkirakan rata-rata lelang SBN --baik surat utang negara, maupun surat berharga syariah negara-- untuk periode Mei hingga Desember 2020 adalah Rp 35-45 triliun per dua pekan.

"Di mana SUN akan berkisar antara Rp 24-30 triliun dan SBSN akan berkisar antara Rp 11-15 triliun, dan di sini sudah ada MoU antara Kemenkeu dengan Bank Indonesia di dalam rangka partisipasi BI di pasar perdana," ujar Sri Mulyani. #teras.id

(wd)