Pend & Budaya

Lebih Optimal, 30% Pembelajaran Sekolah Virtual di Jateng Tatap Muka

Pend & Budaya

13 November 2020 09:57 WIB

Pembelajaran tatap muka di salah satu sekolah di Jawa Tengah (Dok. Istimewa/jatengprov.go.id)

SEMARANG, solotrust.com – Program sekolah virtual diiniasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah berjalan di dua sekolah rintisan di SMAN 3 Brebes dan SMAN 1 Kemusu Boyolali. Teknisnya, pembelajaran virtual sebanyak 70 persen dan sisanya pembelajaran tatap muka.

“Maksimal nanti hanya 30 persen yang tatap muka. Lainnya, dengan cara sekolah virtual,” tutur Kepala Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Syamsudin Isnaini, dihubungi via telepon, Kamis (12/11/2020), dilansir dari Portal Resmi Provinsi Jawa Tengah, jatengprov.go.id.



Menurutnya, pembelajaran tatap muka dilakukan untuk mengumpulkan siswa kelas virtual. Seperti halnya saat pertemuan awal, siswa kelas virtual dikumpulkan dulu agar mendapatkan penjelasan. Misalnya, soal penjelasan buku modul dan hal terkait lain pada kelas virtual.

“Nanti pada saat akan kenaikan kelas atau ujian juga akan ketemu lagi,” terang Syamsudin Isnaini lebih lanjut.

Soal pembelajaran dengan metode tatap muka yang dapat dilakukan 30 persen di kelas virtual, kata Syamsudin Isnaini, diarahkan untuk pengenalan lingkungan, metode pembelajaran, bimbingan konseling, tugas laboratorium, dan lainnya karena memang harus dilaksanakan secara tatap muka. Hal itu untuk lebih mengoptimalkan pembelajaran. Namun, kelas virtual tetap pada konsep awal dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi (TI).

Syamsudin Isnaini menuturkan, sementara ini sekolah virtual masih sebatas dilakukan di Brebes dan Boyolali sampai pada penghabisan tahun ajaran 2020/2021. Dengan demikian, sekolah virtual belum bisa dibuka di sekolah lain sampai pada tahun ajaran baru berikutnya.

“Di tengah jalan buka sekolah lagi, kan enggak bisa. Bila ada PPDB lagi, kebijakannya mau berapa, nanti akan dikaji,” terangnya lebih lanjut.

Sementara ini, sekolah virtual telah diikuti 72 siswa atau masing-masing sekolah diikuti 36 siswa. Lewat kebijakan ini, siswa dari keluarga kurang mampu merasa terbantu dengan sekolah virtual.

“Adapun dari sisi akses, (sekolah virtual) diutamakan untuk anak didik dari keluarga kurang mampu. Program ini kan sangat bermanfaat. Jadi memang anak-anak yang kemarin tidak ada harapan untuk masuk sekolah dan di sekolah negeri. Di dua kelas ini, dapat,” jelas Syamsudin Isnaini.

Angka anak tidak sekolah karena permasalahan biaya, tercatat di Jawa Tengah mencapai sekira 45 ribu orang. Adanya kelas virtual bisa membantu anak-anak tersebut tetap  bisa meneruskan sekolah. Kendati demikian, tidak hanya sekolah virtual yang menjadi satu-satunya program mengurangi angka putus sekolah, namun juga ada peran sekolah swasta.

“Dari sekolah swasta mau memfasilitasi meringankan beban anak sekolah,” pungkasnya.

(redaksi)