JAKARTA, solotrust.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan dampak perubahan iklim global terhadap La Nina menyebabkan frekuensi cuaca ekstrem di Indonesia terjadi makin sering.
“Dampak perubahan iklim ini kami proyeksikan sampai abad ke-21, dimana kondisi ekstrem saat musim hujan itu akan semakin basah dan apabila kemaraupun akan semakin kering dan frekuensi kejadian periode ulangnya semakin pendek dan intensitasnya makin tinggi,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta dilansir dari Antara, Jumat (23/4).
Dampak perubahan iklim lainnya yakni sikoln tropis yang seharusnya dapat luruh, karena adanya gaya coriolis akibat rotasi bumi dari lintang 0 sampai 10 derajat yang membuatnya kalah dengan kecepatan rotasi bumi.
“Namun faktanya, Siklon Tropis Seroja menembus 10 derajat lintang selatan sehingga berdasarkan teori tersebut, kemungkinan besar penyebabnya adalah dampak perubahan iklim yang menyebabkan pergeseran,” jelas Dwikorita.
Sejak tahun 2016, peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG melonjak tajam mencapai 730 dibanding tahun sebelumnya hanya 100 kali. Sedangkan pada tahun 2017, peringatan dini melonjak 7 kali lipat dibanding dengan tahun sebelumnya.
“Karena memang fenomena cuaca ekstrem, membuat semakin melompat terjadinya.” Pungkasnya.
(zend)