Hard News

Kominfo Identifikasi 1.971 Isu Hoaks Vaksinasi Covid-19 dan PPKM

Nasional

8 November 2021 11:23 WIB

Ilustrasi Masyarakarat Anti Hoaks. (Foto: Dok. TATV / Adam)

JAKARTA, solotrust.com – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus memantau dan menindak lanjuti 1.971 kabar bohong (hoaks) yang beredar ditengah membaiknya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia agar tidak semakin merugikan masyarakat.

“Total hoaks yang telah teridentifikasi sebanyak 1.971 isu pada 5.065 unggahan media sosial. Media  sosial Facebook menjadi platform terbanyak dengan persebaran hoaks 4.368 sebaran, dibandingkan  platform lainnya seperti Instagram, Youtube, Tiktok, dan lain sebagainya,” kata Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi dalam siaran pers Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN.



Pada  unggahan tersebut, Kemenkominfo telah melakukan pemutusan akses terhadap 4.936  unggahan dan tengah menindaklanjuti 129 unggahan lainnya.

Untuk hoaks Vaksinasi Covid-19, ujar Dedy, terdapat identifikasi sebanyak 374 isu pada 2.366  unggahan media sosial, dengan persebaran paling banyak masih pada Facebook dibandingkan  platform lainnya, yaitu sejumlah 2.176 sebaran.

Sedangkan Isu Hoaks Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), teridentifikasi  sebanyak 48 isu pada 1.110 unggahan media sosial dengan persebaran terbanyak tetap pada  Facebook yakni 1.092 sebaran.

Dari unggahan yang teridentifikasi, menurut Dedy, terdapat beberapa isu hoaks yang menarik seperti  isu vaksin Covid-19 adalah antenna 5G dan Pengendali Manusia pada 18 Oktober 2021, soal vaksin  Covid-19 Mengandung Parasit Hidup pada 25 Oktober 2021, serta Irlandia Mengeluarkan Peringatan  Efek Samping Vaksin Corona pada 3 November 2021.

Pemerintah terus berupaya meminimalisir dan melawan penyebaran hoaks terutama terkait  pandemi Covid-19.

“Kami Kementerian Kominfo menyatakan bahwa kabar-kabar tersebut adalah tidak benar dan  menyesatkan,” tegas Dedy.

Dalam kesempatan sama, Dedy memaparkan beberapa cara yang dapat  dilakukan masyarakat untuk mengidentifikasi apakah suatu berita tergolong hoaks atau bukan. 

“Pertama, berhati-hati jika membaca judul berita yang provokatif dan clickbait agar mendorong kita  membukanya. Jadi, harus dicurigai dulu dari judulnya,” ujar Dedy.

Kedua, cermati alamat situs yang menjadi sumber pemberitaan, terkadang banyak situs palsu yang  memuat berita hoaks sehingga lebih baik membaca berita dari situs yang kredibel atau terpercaya. 

Ketiga, memeriksa sumber pernyataan, apakah dari perwakilan pemerintahan, lembaga kredibel,  atau para ahli, atau bukan. 

Keempat, mengikuti kanal-kanal pemberitaan dan media sosial institusi resmi dan kredibel, yang  dapat dipercaya masyarakat.

Kelima, mendeskripsikan foto/video/gambar untuk diperiksa melalui mesin pencari sehingga dapat  ditelusuri dari mana asalnya.  

Dedy menjelaskan bahwa masyarakat juga dapat membantu melawan penyebaran hoaks dengan  mengirimkan aduan, baik melalui media sosial, melalui situs, dan email.

Media sosial memang menjadi sarana penyebaran hoaks yang sangat masif. Namun saat ini, media  sosial juga dapat menjadi sarana untuk memerangi hoaks. Platform media sosial pada umumnya  sudah menyediakan fitur Report atau Lapor untuk mengirimkan aduan. Selain itu, masyarakat juga  dapat mengadukan konten yang melanggar atau berisi hoaks ke situs https://www.aduankonten.id/ atau melayangkan e-mail ke aduankonten@mail.kominfo.go.id.

“Kementerian Kominfo mengajak masyarakat untuk mewaspadai hoaks dengan mengikuti kegiatan  literasi digital melalui Gerakan Nasional Literasi Digital yang digagas Kementerian Kominfo,” tutur  Dedy.  (elv)

(zend)