Hard News

DLH Solo Rencanakan Pemaksimalan Ruang Terbuka Hijau

Jateng & DIY

26 Juli 2022 16:28 WIB

Salah satu RTH di Kota Solo, Taman Balekambang. (Foto: Dok. Solotrust.com/riesta)

SOLO, solotrust.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Solo lebih memprioritaskan pemaksimalan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dibanding penambahan wilayah RTH mengingat merupakan kawasan kota kecil.

Kepala DLH Solo Gatot Sutanto mengatakan luas wilayah Kota Bengawan yang kecil membuat pemerintah kota (Pemkot) kesulitan dalam mencapai luas ideal RTH minimal 20 persen dari total kawasan perkotaan.



“Setiap daerahkan kondisinya berbeda-beda. Apalagi Kota Solo adalah kota lama yang sudah terbentuk sejak zaman kerajaan dahulu,” ujarnya pada Solotrust.com, Senin (25/7).

“Kalau kota atau wilayah yang baru kemungkinan bisa mengatur. Tapi kalau kota sudah jadi, ngaturnya susah. Kedua, Kota Solo itu luasnya kecil, sekitaran 46 ribu koma sekian kilometer persegi,” tambahnya.

RTH memiliki tujuan utama dalam mendukung kota yang memiliki fungsi fisiologis bagi lingkungan dan masyarakat.

“Tujuan utamanya untuk fungsi fisiologis yaitu mendukung kota nyaman dan menciptakan udaranya bersih. Supaya bisa menjadi tempat pepohonan tumbuh untuk menciptakan keteduhan, menyerap polusi, menyerap sinar matahari sehingga dapat menurunkan suhu panas udara, pertukaran oksigen. Kemudian, dengan area luasan tertentu dapat terjadi penyerapan air ke dalam ke tanah,” jelasnya.

Gatot menyebutkan jika fungsi fisiologis tersebut bisa dimanipulasi dengan dilakukannya strategi pemaksimalan RTH.

“Contoh strateginya dari lahan sempit yang fungsinya untuk menyerapkan air, berarti kita perbanyak sumur resapan,” ujar Gatot.

Selain sumur resapan, strategi pemaksimalan RTH dapat dilakukan dengan penanaman tanaman merambat dan berakar serabut.

“Iklim mikro di kota inikan kesejukan, kesegaran, keteduhan dan suhu yang tidak terlalu panas itu diciptakan oleh pepohonan dengan dedaunan yang cukup banyak. Kalau lahannya kecil, otomatis dapat ditumbuhi pohon sedikit. Jadi strateginya adalah kita memilih tanaman merambat atau tanaman berakar serabut,” jelasnya kembali.

Mengenai penambahan wilayah RTH, Gatot menyebutkan Pemkot harus membeli tanah karena Solo kekurangan lahan kosong. Namun, Pemkot memiliki keterbatasan dalam melakukan hal tersebut.

“Inginnya ya memaksimalkan dan juga menambah. Tapi kitakan tahu diri, kita punya uang berapa dan lahannya seberapa,” ungkapnya.

“Kantor dinas aja masih ada yang dompleng, karena belum ada lahan. Contohnya DPU (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) itu masih berkantor menempati gedung bekas SD (Sekolah Dasar) di belakang Korem (Komando Resor Militer 074) sana,” tambahnya kembali.

Kurangnya lahan di Solo membuat Pemkot lebih memprioritaskan dalam memaksimalkan RTH dibanding menambah luasan wilayah.

“Maka dari itu, selama Pemerintah Kota belum ada kemampuan membeli lahan, ya kita memaksimalkan Ruang Terbuka Hijau,” pungkasnya.

Kepada Solotrust.com, Kepala Bidang Ruang Terbuka Hijau DLH Budiyono menjelaskan Kota Solo berada pada posisi yang masih jauh dari luas ideal RTH yaitu publik minimal 20 persen dan privat minimal 10 persen.

“Berdasarkan identifikasi kami di tahun 2021, RTH publik sekitar 7,60 persen dan untuk privat 9,47 persen," ujarnya.

Selanjutnya, Budiyono menyebutkan jika berdasarkan identifikasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), RTH publik Solo diprediksi bisa mencapai 12 persen namun hingga tahun 2041.

"Dengan luas Kota Solo yaitu 581 hektar dan luas wilayah yaitu 46,720 km persegi, RTRW memprediksi RTH publik dapat naik hingga 12 persen itupun hingga tahun 2041. Dan terhitung jika tidak ada alih fungsi bangunan terbengkalai yang bisa digunakan untuk penghijaun lingkungan,” pungkas Budiyono.

Dengan status Kota Solo yang padat penduduk, tentunya untuk memaksimalkannya dengan memanfaatkan lahan yang bersifat privat. Diantaranya seperti bahu jalan dan perkantoran sehingga dapat tersebar rata di wilayah Solo.

Kedepanya DLH juga akan memaksimalkan perencanaan penghijauan lingkungan ini dengan menggunakan bangunan terbengkalai hingga memanfaatkan lahan-lahan sempit.

“Yang jadi kendala itu masyarakat yang merasa terganggu jika lingkungan rumahnya ditanami tanaman dengan alasan dahan daun mengotori teras rumahnya,” tuturnya

DLH berharap pemaksimalan RTH dapat terealisasikan sehingga menjadikan Kota Solo lebih rimbun dan sejuk. (ber/ojn)

(zend)