Solotrust.com -Kura-kura batok Sulawesi (c. amboinensis amboinensis) atau disebut juga sebagai kura-kura kotak Wallacea adalah salah satu hewan yang rentan populasinya.
Kura-kura batok Sulawesi memiliki ciri utama tiga garis kuning yang terletak antara bagian leher sampai hidung pada kedua sisi kepalanya
Sama halnya dengan tantangan yang dihadapi satwa liar lainnya, Kura-kura batok Sulawesi juga mengalami pemanfaatan satwa liar secara konsumtif seperti bahan konsumsi dan kesenangan dengan tujuan sebagai hobi ataupun koleksi yang dapat berdampak pada populasi.
Meningkatnya tren memelihara kura-kura batok membuat banyak orang memburu dan menangkapnya, baik dimanfaatkan secara langsung ataupun dijadikan sebagai salah satu hewan yang diperdagangkan.
Indonesia adalah pemasok utama beberapa spesies satwa untuk bahan yang digunakan sebagai pengobatan tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine) dan pasar hewan peliharaan.
Adanya perdagangan kura-kura menjadi salah satu faktor pemanenan terhadap kura-kura semakin meningkat sehingga terjadi penurunan populasi yang signifikan.
Satwa ini sendiri telah dikategorikan sebagai spesies Vulnerable oleh the International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan terdaftar sebagai Appendix II CITES.
Ancaman lainnya bagi spesies ini adalah penggunaan pestisida dalam kegiatan pertanian.
Selain itu, minimnya pemahaman masyarakat akan peran dan manfaat kura-kura batok sulawesi dalam ekosistem dan bagi manusia menjadi salah satu kendala dalam upaya konservasi jenis kura-kura Batok.
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan melalui Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) baru-baru ini melakukan pelepasliaran satwa sebanyak 149 ekor Kura-Kura Batok (Cuora amboinensis).
Sebagaimana dikabarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam siaran persnya (26/7), pelepasliaran ini dilakukan bersama dengan Polhut KPH Bulusaraung, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan.
Pelepasliaran satwa liar ini dilakukan di hutan produksi, Dusun Sakeang, Desa Benteng Gajah, Kec. Tompobulu, Kab. Maros pada Jumat (22/7).
Kura-kura Batok yang dilepasliarkan merupakan hasil kegiatan penegakan hukum peredaran tumbuhan dan satwa ilegal di Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan informasi yang diterima oleh Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, pada tanggal 29 Juni 2022 Ditpolairud Polda Jatim bersama dengan Balai Besar KSDA Jawa Timur dan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya telah melakukan operasi penertiban peredaran TSL terhadap Kapal Penumpang KM Dobonsolo (Rute Makassar – Tanjung Perak) di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Balai Besar KSDA Jawa Timur kemudian melakukan translokasi satwa, yang kemudian diterima oleh Tim WRU Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan. Kura-kura batok itu sampai di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar pada Selasa (19/7) melalui jalur udara menggunakan cargo pesawat Citilink dengan nomor penerbangan QG 354.
Proses translokasi dilengkapi dokumen SAT-DN serta sertifikat kesehatan satwa sebagai dokumen perjalanan satwa tersebut.
Dari hasil pemeriksaan dan pengecekan kesehatan satwa selama 2 hari di kandang transit Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan oleh Tim Medis Dokter Hewan, Kura-Kura Batok yang berjumlah 149 ekor dalam kondisi sehat dan dapat dilepasliarkan di alam.
Lokasi pelepasliaran merupakan lokasi habitat Kura-Kura Batok sesuai dengan hasil Studi Habitat dan Populasi Cuora amboinensis di Kecamatan Tompobulu Kab. Maros. (Lin)
(wd)