Serba serbi

Legit dan Hangatnya Petolo Mayang Khas Jatim di Depan Pasar Ngarsopuro Solo

Wisata & Kuliner

16 September 2022 16:25 WIB

Makanan khas Jawa Timur (Jatim) yang dijual di sisi barat luar Pasar Ngarsopuro, Jalan Ronggowarsito, Solo. (Foto: Dok. Solotrust.com/dks)

SOLO, solotrust.com - Kota Solo tak hanya menjadi suaka jajanan kuno khas dalam kota saja. Nyatanya, Kota Solo juga menjadi penampung bagi salah satu jajanan khas Jawa Timur (Jatim), petolo mayang, agar tetap eksis tak tergoyah zaman.

Salah satu penjual petolo mayang itu ialah Tolo, pria asal Blitar yang menghidupkan petolo mayang di Kota Bengawan sejak 13 tahun silam. Ia menjajakan panganan khas Jatim itu di sebelah barat luar Pasar Ngarsopuro atau sebrang Pamedan Mangkunegaran, Jalan Ronggowarsito, Keprabon, Banjarsari, Solo.



Petolo mayang sendiri terbuat dari putu mayang yang disajikan menggunakan kuah manis. Tak hanya itu, dalam satu porsi, tepung mayang dan kuah itu juga dilengkapi serabi hingga ketan trikoyo. Petolo mayang memiliki cita rasa manis dan bertekstur kenyal.

Bahan dasar petolo mayang terbuat dari tepung beras, terigu, ketan. Sedangkan kuah manisnya terbuat dari gula jawa, gula pasir, santan, dan pandan.

"Itu makanan lama itu, makanan Jatim. Itu khas sebenarnya di mana-mana ada, kalau dibikin kuah dari Malang. Cara bikinnya bahannya tepung, diaduk-aduk. Petolo mayang ini serabi kuah, ketan, sama mayang, terus dikasih kuah," kata Tolo menjelaskan jajanannya kepada Solotrust.com, Jumat (16/9).

Tolo biasanya menjual petolo mayang sejak pukul 11.00 WIB hingga sore hari. Dalam sehari, ia bisa menjual 200 porsi, yang satu porsinya ia jual Rp5 ribu. Ia menyebut, tak jarang banyak pembeli yang baru pertama kali merasakan petolo mayang.

"Pembeli baru setiap hari ada, itu kepengin dari teman, dari internet," ungkapnya.

Pembuatan petolo mayang biasanya dilakukan pada pagi hari untuk dijual siang hari.

"Kalau buatnya dari pagi, subuh, kalau ada yang minta pagi bikinnya malam," ujarnya.

Kendati dijual di siang hari, Tolo enggan menggunakan campuran es ke dalam petolo mayangnya. Menurutnya, cita rasa petolo mayang akan purna saat dinikmati dalam sajian hangat.

"Enaknya itu rasanya enak anget. Kalau pakai es rasanya beda, lebih nikmat gini. Banyak (yang minta pake es). Kalau saya nggak menyediakan," tuturnya.

Sementara itu, resep petolo mayang yang Tolo jual ini turun-temurun keluarganya, yang berasal dari Blitar dan Malang. Tolo menyebut, ia menjadi generasi ketiga yang berjualan petolo mayang.

Ia lantas melanjutkan usaha orang tuanya dulu dan memilih Kota Solo sebagai tempat peraduan nasib, baik dirinya maupun eksistensi petolo mayang.

"Dulu bikin kayak gini ya buat keluarga, ya turun temurun lah, sudah tiga generasi," tuturnya. (dks)

(zend)