Hard News

KLHK Komitmen Tekan Emisi Gas Rumah Kaca, Intensifkan Sejumlah Strategi

Jateng & DIY

20 Mei 2024 17:17 WIB

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggelar sosialisasi Indonesias Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 Region Jawa pada Daerah Istimewa Yogyakarta di Royal Ambarrukmo, Senin (20/05/2024)

SLEMAN, solotrust.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara intensif berupaya menekan gas rumah kaca (GRK). Setidaknya ada empat strategi utama diterapkan dalam upaya penurunan emisi GRK, yakni mencegah deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan serapan karbon.

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Novia Widyaningtyas, mengungkapkan beberapa aktivitas manusia tanpa disadari memicu emisi gas rumah kaca sehingga memengaruhi terjadinya perubahan iklim.



Sektor kehutanan dan lahan atau FOLU, menurut Novia Widyaningtyas memiliki porsi terbesar dalam target penurunan GRK, yakni sebesar 25,4 persen atau 60 persen dari porsi target keseluruhan penurunan emisi gas rumah kaca.

"Indonesia's FOLU Net Sink 2030 merupakan komitmen ambisius Indonesia untuk mencapai tingkat emisi GRK -140 juta ton CO2 pada 2030," sebutnya.

Penurunan emisi GRKdilakukan dengan empat strategi utama, yakni mencegah deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan serapan karbon. Hal ini didukung dengan tiga modalitas utama, yakni sustainable forest management, environmental governance dancarbon governance.

Adapun terkait penentuan prioritas lokasi (IPL) penurunan emisi gas rumah kaca menuju FOLU Net Sink 2030 melalui analisis spasial berdasarkan peta tipologi kelembagaan, peta arahan optimasi kawasan hutan, dan peta indeks biogeofisik.

Hasil integrasi spasial penentuan sebaran lokasi priorias pelaksanaan kegiatan mitigasi Indonesia FOLU Net Sink 2030, diperoleh lokus prioritas pelaksanaan kegiatan, yakni pada Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua.

Sementara Pulau Jawa, dikatakan Novia Widyaningtyas memiliki karakteristik berbeda dengan pulau-pulau besar lainnya. Oleh karenanya, terdapat kekhususan dan pendekatan berbeda dalam menetapkan aksi maupun upaya terkait percepatan pencapaian target FOLU Net Sink 2030.

Penetapan aksi dan upaya ini berkaitan erat dengan potensi kecenderungan penurunan kualitas daya  dukung serta daya tampung air, kian bertambahnya luasan areal lahan kritis, peningkatan cadangan karbon melalui potensi mangrove.

Khusus Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Novia Widyaningtyas menyebut, area tutupan lahan hutan di wilayah ini sebesar ± 6,92 persen luas daratan.

"Ini tentu saja sangat kurang dari minimal kecukupan tutupan hutan," kata dia.


Adapun vegetasi penyusunnya, yakni terna rawa, hutan batu gamping pamah, hutan pamah, hutan pegunungan, hutan pantai. Disebutkan pula, DIY memiliki areal lahan kritis dan sangat kritis dengan luasan sekira 72.294 hektare.

"Ini menjadi potensi besar untuk menyusun aksi mitigasi pengurangan emisi GRK di wilayah DIY. Tentunya dengan memerhatikan potensi daya dukung dan daya tampung air," sebut Novia Widyaningtyas.

Di lain sisi, Ketua Harian I Tim Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Ruandha Agung Sugardiman, menyatakan tantangan penurunan emisi gas rumah kaca di Jawa tak bisa lepas dari tingginya jumlah penduduk. Sebagaimana diketahui, 60 persen penduduk Indonesia berada di pulau ini.

"Kebakaran hutan di Jawa memang sudah tidak ada, ada deforestasi tempo dulu, tapi kegiatan penanaman di Jawa luar biasa. Tantangannya bencana hidrometeorologi, banjir, tanah longsor," urai dia.

Kondisi ini tak ayal membuat daya tampung dan daya dukung Pulau Jawa, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah kian berat mendukung kepadatan penduduk. Terkait itu, perlu aksi nyata untuk mengurangi deforestasi di Jawa.

"Menambah serapan karbon, menambah tutupan hutan, menjaga stok karbon. Hutan yang masih ada itu harus kita pertahankan," sebut Ruandha Agung Sugardiman.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta, Kusno Wibowo, mengatakan pemerintah DIY sejauh ini telah memberikan perhatian besar terkait aksi mitigasi perubahan iklim. Pemerintah DIY memiliki komitmen kuat menurunkan emisi gas rumah kaca.

Upaya telah dilakukan pemerintah DIY sejalan dengan pusat dalam hal menekan emisi, berpedoman pada Pergub 84 tahun 2023 tentang Pengembangan Jogja Hijau. Dalam hal ini terkait ruang terbuka hijau (RTH), persampahan, pengembangan energi baru terbarukan, dan pengolahan limbah.

"Kami juga selalu menggandeng komunitas di daerah, berkontribusi bersama dengan komunitas," ungkap Kusno Wibowo.

Sekadar informasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggelar sosialisasi Indonesia's Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 Region Jawa pada Daerah Istimewa Yogyakarta di Royal Ambarrukmo, Senin (20/05/2024). Sosialisasi ini sebagai langkah KLHK menurunkan emisi gas rumah kaca.

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya