SOLO, solotrust.com – Kampung Krajan RT 3 RW 3, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo menjadi surga bagi home industry produksi tahu. Lebih dari 90 persen penduduk Kampung Krajan berprofesi sebagai pembuat, sekaligus penjual tahu, tempe kedelai, dan gembus.
Pabrik Tahu Sari Murni Bapak Aco merupakan salah satu rumah industri legendaris di kawasan Mojosongo. Pabrik ini telah berdiri sejak 42 tahun silam, tepatnya pada 1983.
Pabrik Tahu Sari Murni Bapak Aco sudah mengalami sejarah industri panjang. Satu tahun terberat yang pernah dialami Sari Murni Aco adalah peristiwa rumor formalin dalam tahu yang santer diperbincangkan pada 2005.
Sari Murni Aco mengaku sangat terdampak rumor itu. Penjualan merosot, bahkan tak laku sampai setengah produksi.
Pengalaman pahit itu menjadi pembelajaran terbaik bagi pabrik Sari Murni Aco untuk tetap bertahan, meski dalam kondisi sulit. Terbukti pada 2019, saat pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, pabrik ini masih eksis beroperasi dan tak mengalami dampak serius.
Kini, usaha ini dikelola Sumara sebagai generasi kedua. Saat kali pertama berdiri, pabrik ini hanya memiliki satu karyawan, namun sekarang telah sukses membuka lapangan pekerjaan bagi 14 karyawan. Beroperasi setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB, pabrik ini tetap buka pada hari besar dan tanggal merah.
Setiap hari mereka mampu memproduksi empat kuintal kedelai menjadi 67 loyang tahu. Umumnya, satu loyang tahu membutuhkan 6 kg kedelai dan dijual dengan harga Rp25.000. Pembeli dapat menentukan ukuran potongan tahu yang diinginkan sesuai kebutuhan masing-masing.
Tahu produksi pabrik Sari Murni konsisten dipasarkan di Pasar Legi, Pasar Ledoksari, Pasar Sangkrah, dan Pasar Nusukan. Namun, sebagian tahu juga dapat diantar ke rumah pelanggan atau diambil langsung di pabrik. Mengandalkan teknik pemasaran ini, Sumara mampu mengantongi omzet Rp5 juta setiap harinya.
Usaha tahu memiliki potensi tinggi dalam perekonomian. Hal ini terjadi karena tahu merupakan makanan pokok secara historis dekat dengan kehidupan masyarakat, sehingga tak mudah ditinggalkan. Kedua, harga bahan baku dan harga jual tahu relatif stabil dan terjangkau. Kendati, usaha tahu juga memiliki beragam tantangan, seperti pedagang culas dan kebergantungan kedelai impor dari Cina.
Pemilik pabrik tahu Sari Murni Aco, Sumara, menjelaskan kuantitas kedelai lokal belum cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi pabrik tahunya. Hal ini mengakibatkan ia terpaksa membeli kedelai impor dari Cina.
Menurut Sumara, kualitas kedelai lokal sebenarnya tidak kalah dengan kedelai impor, hanya saja secara kebersihan keduanya jauh berbeda. Kedelai lokal terlalu banyak bercampur kerikil (batu berukuran kecil-red), sehingga dapat membuat mesin penggilingan rusak. Tentu risiko itu menjadi pertimbangan tinggi para pemilik usaha karena harga mesin giling kedelai tidak murah.
“Bahannya kalau dibilang dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok) atau RRC (Republik Rakyat China) itu di karungnya. Kalau dari lokal, sepertinya kok kurang cukup. Buktinya, sering nggak ada (stok kedelai lokal). Mungkin nggak mencukupi kalau dari lokal gitu, jadi kebanyakan pakainya dari RRC,” jelas Sumara, saat dijumpai tim solotrust.com di tempat usahanya, Rabu (30/07/2025).
“Sebetulnya kalau masalah pati (tepung-red) itu bagus punyanya lokal, cuman nggak tahu ya kalau lokal itu kedelainya kok ada kecampuran batu kecil-kecil. Lah kan itu kalau digiling kasihan, kena mesin itu bisa pecah nanti. Risikonya begitu, sebetulnya kedelainya bagus, cuma ya risiko di alat tadi kalau rusak biayanya lumayan,” tukasnya.
*) Reporter: Eka Ririn Marantika/Salma Arezha/Siti Latifah
(and_)